Logo Bloomberg Technoz

Daya Beli Melemah, Ekonom Sarankan Tarif Pajak Perlu Diturunkan

Mis Fransiska Dewi
04 January 2024 15:15

Pedagang melayani pembeli kembang api di Pasar Asemka, Jakarta Barat, Kamis (28/12/2023). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Pedagang melayani pembeli kembang api di Pasar Asemka, Jakarta Barat, Kamis (28/12/2023). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kekuatan daya beli masyarakat Indonesia terlihat semakin melemah di tengah lonjakan harga pangan yang kian meningkat. Penurunan daya beli yang terus berlanjut bisa menciderai pertumbuhan ekonomi mengingat konsumsi domestik saat ini menjadi motor utama pertumbuhan Indonesia.

Ekonom menilai, perlu ada kebijakan lebih lanjut selain penyaluran bantuan sosial bagi kalangan miskin dan rentan, untuk mendukung daya beli masyarakat agar tetap bertahan. Kelompok menengah yang menjadi motor utama ekonomi Indonesia saat ini perlu juga mendapatkan stimulasi agar daya belinya tidak semakin terkikis. Salah satunya adalah dengan menurunkan tarif pajak.

"Pemerintah perlu melakukan relaksasi seperti menurunkan tarif Ppn [Pajak Pertambahan Nilai] dari 11% saat ini kembali jadi 10%, kemudian juga memastikan harga pangan terutama beras bisa lebih rendah," kata Ekonom dan Direktur Eksekutif Center of Law and Economic Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, Rabu (3/1/2024).

Indikasi semakin tertekannya daya beli terlihat dari angka inflasi inti yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa (2/1/2024), di mana angkanya terperosok ke level terendah dalam dua tahun terakhir atau selama era pasca pandemi. 

Inflasi inti mengukur inflasi di luar harga pangan dan BBM sehingga cenderung stabil atau persisten serta lebih banyak dipengaruhi faktor fundamental seperti interaksi permintaan-penawaran, juga faktor eksternal seperti nilai tukar, harga komoditas global dan perkembangan ekonomi dunia serta ekspektasi inflasi ke depan.