Bloomberg Technoz, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat meminta pemerintah, terutama Kementerian Kesehatan, serius mendeteksi secara dini potensi penularan dan penyebaran Virus Nipah di Indonesia. Seperti Malaysia dan Singapura, Indonesia juga menjadi habibat reservoir alami Virus Nipah yaitu kelelawar Pteropus sp atau Kelelawar buah.
“Indonesia juga memiliki kelelawar buah yang dapat membawa virus Nipah sebagaimana pernah terjadi dan meledak kasusnya di Malaysia dan Singapura,” kata anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher seperti dilansir DPR, Sabtu (30/9/2023).
Sesuai data Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, Nipah adalah virus zoonosis yang ditularkan dari hewan yaitu babi dan beberapa jenis kelelawar ke manusia. Akan tetapi, data yang sama menyebutkan penularan juga bisa terjadi saat manusia mengkonsumsi makanan yang sudah terkontaminasi virus tersebut.
Selain itu, seperti pandemi Covid-19, Virus Nipah juga menyebar melalui interaksi antarmanusia. Menurut Netty, virus ini bisa menjadi ancaman pandemi baru, terutama karena belum ditemukan obat atau vaksinnya.
DPR juga meminta pemerintah jangan menunggu hingga ada kasus positif dalam melakukan deteksi dan surveilans. Pemerintah bisa memperketat pengawasan di gerbang-gerbang kedatangan internasional untuk mendeteksi orang, hewan, atau barang yang berpotensi menjadi pembawa virus tersebut.
Pemerintah juga diminta mulai menyiapkan tenaga medis, fasilitas kesehatan dan obat-obatan untuk menangani kasus konfirmasi Virus Nipah. DPR tak mau fasilitas kesehatan tak siap atau lumpuh seperti saat penanganan Pandemi Covid-19.
"Kasus virus nipah ini sudah terdeteksi di Kerala, India, dan menyebabkan dua orang meninggal dunia," kata Netty.
Sebelumnya, Kemenkes sudah mengeluarkan surat edaran kepada pemerintah daerah dan fasilitas kesehatan untuk mewaspadai penyebaran Virus Nipah. Surat dengan nomor HK.02.02/C/4022/2023 tersebut menyebut virus tersebut sebagai penyakit emerging zoonotik yang disebabkan virus genus Henipavirus dan famili Paramyxoviridae.
Seperti Covid-19, orang yang terpapar virus Nipah memiliki gejala klinis mulai tanpa gejala, infeksi saluran pernafasan akut ringan, hingga berat. Bahkan, beberapa di antaranya mengalami gejala ensefalitis fatal seperti kejang, koma dalam kurun 24-48 jam, hingga kematian.
Angka kematian dari virus Nipah sendiri tercatat antara 40-75%. Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada wabah yang terjadi di peternakan babi pada sebuah desa Sungai Nipah, Malaysia pada 1998-1999. Awalnya, penyakit ini sempat menjalar ke Singapura. Akan tetapi, dalam laporan terbaru, kasus positif Nipah juga dilaporkan terjadi di India, Bangladesh, dan Filipina.
Pemerintah Daerah Kerala, India sempat melaporkan kasus positif baru pada 12 September lalu. Dalam waktu singkat, pemerintah mendeteksi enam kasus positif dan dua kematian, pada 18 September 2023. Dua di antaranya tenaga kesehatan dan anak-anak.
Pemerintah setempat pun tengah berupaya melokalisir penyebaran dengan melakukan pemeriksaan pada sekitar 1.286 kontak erat para pasien. Dalam pernyataannya, pemerintah India pun mengklaim, wabah Nipah bersifat lokal yaitu pada Distrik Kozhikode dan Malappuram, Kerala.
Kemenkes sendiri mengatakan belum mengetahui keberadaan virus Nipah di wilayah Indonesia. Akan tetapi, pemerintah perlu meningkatkan kewaspadaan karena letak kasus positif berada di negara-negara sekitar Indonesia.
(frg)