Logo Bloomberg Technoz


Bisa dijelaskan tentang capaian produksi Freeport Indonesia tahun ini? 

Semester I-2023 itu produksi kita tembaganya 735 juta pounds, kemudian emasnya 881.000 ounces, dan itu tercapai dari target kami tahun ini. Namun, penjualannya enggak sebanyak itu. Kita produksi segitu, tetapi penjualannya untuk tembaga sekitar 580 juta pounds dan emasnya 750.000 ounces.

Jadi dari produksi tadi, penjualannya enggak [setinggi produksi]. Karena apa? Karena izin ekspornya terhambat sekitar 44 hari. Jadi kita kan produksi, tetapi enggak bisa jual. Kemarin akhirnya Juli [baru mendapatkan izin ekspor]. Dari 10 Juni sampai akhir Juli; 44 hari [keterlambatannya].

Dengan keterlambatan itu, kuota ekspor 1,7 juta ton konsentrat tembaga sampai akhir tahun ini apakah bisa direalisasikan seluruhnya?

Itu [kuota ekspor] dari segi jumlah konsentratnya. Tadi saya bicara produksi untuk produk tembaganya di dalam konsentrat. Untuk total tahun ini, produksi kami kira-kira 1,6 miliar pounds tembaga dan 1,9 juta ounces emas.

Namun untuk penjualannya, karena keterlambatan izin tadi itu, terdampak ke full year. Penjualan [ekspor] full year untuk tembaga itu kira-kira 100 juta pounds lebih rendah dari pada produksi, dan untuk emasnya sekitar 100.000 ounces lebih rendah dari produksi.

Semester I-2023, penerimaan negara dari Freeport itu US$1,4 miliar, kira-kira sudah Rp23 triliun. Kalau full year, diperkirakan US$3,5 miliar—US$3,6 miliar penerimaan negara dari PTFI. 

Bagaimana dengan isu hambatan produksi akibat keterlambatan izin ekspor?

Kalau produksinya enggak [ada masalah], penjualannya yang terhambat. Produksinya kita berhasil, walaupun daya tampung konsentrat kami tidak banyak, hanya sekitar 150.000 ton [kapasitas] gudang kami [di Mimika, Papua]. 

Jadi, begitu gudangnya penuh, ini kita sudah taruh di kapal-kapal, sudah meluber sekali. Akan tetapi, produksi tetap jalan terus.

Sulit bagi kami untuk menghentikan produksi di hulu. Kami harus tetap berproduksi karena kalau berhenti, [tambangnya] akan menjadi asimetris, sehingga dari segi faktor safety-nya akan membahayakan. 

Masalah [overstock di luar gudang Mimika]  masih terjadi, tetapi sudah mulai berkurang. Namun, tetap menjadi kendala.

Bagaimana dengan capaian investasi PTFI tahun berjalan dan apa yang sudah disiapkan sampai akhir tahun ini?

Kalau bicara investasi, kami mengeluarkan sekitar US$1 miliar—US$1,5 miliar setiap tahunnya untuk di tambang. Itu antara Rp15 triliun—Rp25 triliun hanya untuk di hulu atau tambang.

Kalau untuk smelter-nya, yang sedang kami bangun [di Manyar, Gresik, Jawa Timur] itu per akhir Agustus sudah US$2,7 miliar.

Bicara soal smelter Manyar, progresnya sudah sampai mana?

Progresnya per Agustus sudah 78%.

Freeport yakin akan selesai on time pada Mei 2024?

Kami yakin Mei 2024, optimistis selesai. Sudah mulai bisa beroperasi. Sudah selesai commissioning. Precommissioning-nya pada Januari—Mei 2024. Jadi diharapkan Mei 2024 sudah bisa mulai beroperasi, dan akan ramp up produksinya akhir2024. Jadi [beroperasi] full capacity-nya pada Desember 2024.

Menteri ESDM Arifin Tasrif bersama Presdir PT Freeport Indonesia Toni Wenas di Smelter Manyar, Gresik. (Dok. Kementerian ESDM)

Terkait dengan smelter, benarkah PTFI punya satu proyek smelter baru lagi di Papua?

Kabarnya begitu. Kami masih diskusi terus sama pemerintah. Kalau lokasinya sudah terpetakan, tetapi masih dibicarakan terus sama pemerintah.

[Proyek smelter Papua] ini masih terkait dengan rencana perpanjangan IUPK [izin usaha pertambangan khusus] setelah 2041. Saya masih belum bisa bicara. Masih dalam pembicaraan dengan pemerintah.

Berarti benar bahwa proyek Papua tersebut merupakan syarat baru dari pemerintah untuk perpanjangan IUPK?

Itu salah satunya. 

Perbedaannya dengan smelter Manyar nantinya?

Saya belum bisa bilang apa-apa karena feasibility studies-nya belum jadi. Belum ada kepastian akan hal itu. Saya enggak bisa investasi sebelum ada kepastian [dari pemerintah] bahwa [PTFI] benar [mendapatkan] perpanjangan setelah 2041.

Sebab, saya kan harus melaporkan pada pemegang saham PTFI, semuanya, bahwa saya investasi ini untuk jangka waktu yang lebih panjang. Kalau sekarang ini, semua business plans kami adalah untuk sampai 2041.  

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas. (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Tahun depan, akan menjadi ‘babak baru’ bagi industri pertambangan tembaga karena ekspor konsentrat akhirnya resmi dilarang. Persiapan PTFI menghadapi ‘babak baru’ tersebut?

Kita kalau menghadapi itu, artinya seluruh konsentrat tembaga PTFI akan diolah dan dimurnikan di dalam negeri. Jadi produknya bukan konsentrat tembaga lagi yang akan dijual, tetapi katoda tembaga, emas batangan, perak batangan, dan beberapa mineral ikutan lainnya. Jadi konsentrat tembaganya semuanya dimurnikan di dalam negeri.

Sementara ini, [baru] 40% konsentrat tembaga kita untuk pasar dalam negeri. Karena pasar dalam negerinya enggak ada [yang menyerap], cuma ada PT Smelting yang dimiliki juga oleh Freeport, yang bisa memurnikan sekitar 40% dari konsentrat tembaga yang diproduksi PTFI.

Nanti kalau smelter Manyar sudah jadi, 60% konsentrat [yang biasanya diekspor] akan diserap di Manyar, jadi 100% akan diproduksi konsentrat diserap ke dalam negeri. Lalu, yang akan  dijual adalah katoda tembaga, bukan lagi konsentrat tembaga.

Kalau katoda tembaga, PT Smelting sekarang ini memproduksi kira-kira 300.000 ton katoda tembaga, dan 50% itu masih diekspor. Kalau ada yang di dalam negeri yang mau serap, ya kami mau pastilah; karena harga tembaga itu sama aja, mau di dalam dan luar negeri.

Kalau nanti smelter baru [di Manyar] ini selesai dan memproduksi 600.000 ton katoda tembaga, ya harapan kami adalah pasar dalam negerinya juga tumbuh supaya [hasil produksi kami] bisa [diserap] di dalam negeri, kan lebih bagus.

PTFI dan Amman, atau Indonesia, akan menjadi produsen katoda tembaga terbesar ketiga di dunia. 

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas

Berarti akan terjadi pergeseran pasar juga bagi PTFI?

Kami enggak shifting, bukan shifting. Kalau pasarnya ada, semuanya dijual di dalam negeri. Namun, kalau pasarnya enggak ada, ya harus diekspor.

Kan kalau hilirisasi tambang itu kan sampai dengan tahap metal production. Turunannya lagi ada manufaktur. Jadi diharapkan akan ada 2—3 perusahaan yang masuk ke Indonesia, yang berencana menyerap produksi katoda tembaganya PTFI.

Di luar serapan dari  2—3 perusahaan itu, market produk hilir tembaga di dalam negeri ke depan seperti apa?  

Sebenarnya market-nya besar, tetapi kan tembaga juga masih boleh diimpor. Terus kemudian juga masih ada scrap tembaga. Jadi kita ini kalau smelter sudah jadi, maka PTFI akan jadi produsen katoda tembaga, paling tidak nomor 5 terbesar di dunia.

Apalagi, nanti kalau Amman Minerals juga akan memproduksi katoda tembaga. PTFI dan Amman, atau Indonesia, akan menjadi produsen katoda tembaga terbesar ketiga di dunia. 

Tren harga tembaga medio September 2023/Sumber: LME diolah Bloomberg

Bicara soal dunia, bagaimana outlook PTFI terhadap pasar tembaga dunia ke depannya?

Jadi 65%—70% tembaga di dunia itu digunakan untuk menghantar listrik, karena tembaga adalah logam terbaik untuk menghantar listrik. Terbaik secara keseluruhan. Dia lentur, bisa dibengkokkan juga.

Sementara itu, di dunia ini lagi berlomba untuk membuat [pembangkit] energi baru dan energi terbarukan, sehingga membutuhkan tembaga lebih banyak. Misalnya, untuk pembangkit listrik tenaga bayu; itu per 1 megawatt [MW]-nya membutuuhkan tembaga sekitar 1,5 ton. Kalau panel surya, itu per MW-nya akan membutuhkan tembaga sekitar 4—5 ton. Demikian juga untuk pembangkit listrik tenaga air. 

Belum lagi untuk mobil listrik, kebutuhan tembaganya empat kali lebih banyak dari mobil konvensional. Jadi dengan begitu, permintaan tembaga dunia akan naik terus. Beberapa analis memperkirakan terjadi kenaikan permintaan tembaga.

Di sisi lain, untuk suplainya, tidak ada rencana pembukaan tambang tembaga baru yang signifikan di seluruh dunia. Jadi kelihatannya demand-nya naik, supply-nya begitu-begitu saja. Kira-kira itu.

Kalau ditanya harganya akan jadi berapa, tidak ada yang tahu. Komoditas itu akan naik dan turun. Kita ini price taker, bukan price maker. Jadi berapapun harganya, itu yang kami jual.

Saat demand naik dan produksi stabil, bagaimana dengan kompetisi antarpemain tembaga?

Kita kan price taker, bukan price maker. Jadi kalau dibilang kompetisi, itu lebih pada bagaimana kami bisa memproduksi lebih efisien, lebih aman, dan lebih berkelanjutan. Itu intinya. Bukan berarti ‘Wah harga naik, ayo kita produksi lebih banyak’, bukan begitu. Berapapun harga komoditas itu, ya sudah kami tetap melaksanakan [produksi]. Kami mengatakannya sustainable save production. 

Produksi tembaga BHP Group, Codelco, dan Freeport-McMoRan./Bloomberg


Selain PTFI, di pasar global ada BHP Group dan Codelco yang juga bersaing di pasar tembaga. Apa keunggulan PTFI dalam hal ini?

Mereka punya cara sendiri untuk menambang, kami juga punya cara sendiri. Kami lebih mementingkan untuk meningkatkan hal-hal yang bisa kami kendalikan. Kalau orang lain itu terserah mereka. Kalau patok harga, itu juga kami tidak pikirkan. Hal yang kami pikirkan adalah fokus pada hal-hal yang bisa kendalikan, yaitu sustainable save production tadi, di mana produksi lebih aman, lebih efisien, dan produktif. Itu saja fokus kami.

Tantangan untuk pasar tembaga ke depannya, baik di dalam maupun luar negeri?

Kalau pasarnya [di tingkat global] ada, tetapi harganya saja yang naik turun.

Kalau di dalam negeri, harapan kami ya supaya bermunculan industri lebih hilir lagi yang menggunakan [katoda] tembaga, supaya bisa mengonsumsi tembaga dari kami. Kalau enggak, ya kami terpaksa harus ekspor. 

Kami tidak mengambil stance lagi soal hilirisasi, tetapi itu memang komitmen kami. Kami akan selesaikan proyek [smelter Manyar] itu, sekarang sudah 78%. 

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas

Di dalam negeri, sikap PTFI sendiri terhadap misi besar penghiliran industri mineral logam dari pemerintah seperti apa?

Kami dari 2018 sudah committed sesuai dengan yang disepakati dengan pemerintah, [melepas saham PTFI kepada pemerintah sebesar] 51,2%. Kami juga bangun smelter baru, ini juga bagian dari hilirisasi kan. Kami diberikan waktu 5 tahun, sesuai dengan IUPK.

Namun, ada Covid, darurat bencana nasional pada saat itu. Jadi sesuai dengan IUPK kami dan undang-undang, kalau seandainya keadaan darurat atau force majeure, itu boleh tertunda. Nah, kami baru tertunda 1 tahun, bukan bertahun-tahun. Harusnya selesai 2023, sekarang jadi 2024, dan ini kan sudah disetujui oleh pemerintah. Jadi kami committed.

Kami tidak mengambil stance lagi soal hilirisasi, tetapi itu memang komitmen kami. Kami akan selesaikan proyek itu, sekarang sudah 78%. Kami pasti akan selesaikan, sudah spending US$2,7 miliar, itu sudah there’s no point of no return.

Bagaimana dengan iklim usaha yang diciptakan pemerintah dalam hilirisasi ini? Sudah cukup akomodatif bagi PTFI?

Intinya adalah bagaimana kami bisa menyelesaikan proyek ini tepat waktu. Memang bukan hal yang mudah, karena [proyek di Manyar] ini akan menjadi smelter tembaga single line terbesar di dunia. Jadi memang tantangan cukup besar juga.

Kalau dikatakan kebijakan pemerintah, ini kan kita progresnya sudah 78%, dan IUPK kita juga mensyaratkan bahwa kita membayar bea keluar itu berjenjang. Kalau sudah lebih dari 50% itu bea keluarnya 0.

Namun kemudian, sekarang kan ada peraturan menteri keuangan baru yang menyebutkan bahwa progresnya kalau 70%—90% itu bea keluarnya 7,5%. Jadi ada peraturan baru lagi yang tidak sesuai sama IUPK kita.

Investor perlu kepastian hukum; keberlanjutan dan kepastian hukum. Kemudian, ini berubah di tengah-tengah dan enggak sesuai dengan yang disepakati, kan jadi kendala. Nanti dunia internasional akan melihat ‘Wah ini Pemerintah Indonesia tidak konsisten’.

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas. (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)


Soal bea keluar, Freeport-McMoRan Inc. sudah menyatakan keberatan terhadap PMK No. 71/2023 dan bahkan secara verbatim ada kata-kata akan 'menggugat' aturan tersebut. Focal point keberatannya?

Jadi yang tertulis dalam IUPK kami [yang disepakati pada 2018], itu ada persyaratan-persyaratan yang menyebutkan antara lain soal bea keluar yang mengacu pada PMK No. 164/2022. Di situ dinyatakan bahwa tidak akan ada lagi bea lain yang akan diterbitkan sampai dengan [berakhirnya masa IUPK pada] 2041, selain yang ada dalam IUPK kami. Itu jelas disebutkan di situ.

Kalau seandainya sekarang ada perbedaan, ya kami akan ajukan keberatan. Kalau keberatan ditolak, [kami akan membawa] ke pengadilan pajak. Itu prosedur yang lumrah. Hampir setiap tahun kami juga berperkara di pengadilan pajak, karena ada perhitungan yang berbeda dengan Ditjen Pajak. Jadi itu lumrah.

Namun, ini menjadi sorotan publik karena menyangkut nama besar Freeport dan relasinya dengan pemerintah. Sikap Bapak?

Kita juga banyak kasus PTFI di pengadilan pajak. Itu kan pengadilan pajak ada ratusan perkara setiap hari yang diproses. Jadi itu satu hal yang normal saja. Assesment-nya yang mau kami contest [tantang di pengadilan], bukan sue [gugat].  

Kami investasi itu membutuhkan kepastian. Apa yang sudah disepakati [di dalam IUPK] itu supaya bisa dihitung jangka panjang. Pada dasarnya adalah kami bicara sama pemerintah untuk mencapai jalan keluar yang terbaik.

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas

Di luar jalur legal, pendekatan diplomasi dengan pemerintah seperti apa terkait dengan isu ini?

Ya pasti kami akan bicara juga dengan pemerintah. Akan dibicarakan semuanya yang terbaiklah, bagi kepentingan semua pihak. 

Termasuk memberi relaksasi bea keluar?

[Kesepakatan pembebasan] bea keluar ini kan ada di IUPK kami. Jadi bukan kami minta relaksasi, tetapi disepakati saja itu yang ada di IUPK. Bukan relaksasi. Seolah-olah ada pengecualian lagi.

Nanti publik akan menilai, ‘Oh ini Freeport dapat pengecualian lagi’. Enggak. Ini kan sudah tertulis. Ditaati saja yang sudah disepakati di IUPK.

Berarti stance Freeport dalam hal ini 'pihak pemerintah ingkar janji'?

Begini, kami investasi itu membutuhkan kepastian. Apa yang sudah disepakati itu supaya bisa dihitung jangka panjang. Pada dasarnya adalah kami bicara sama pemerintah untuk mencapai jalan keluar yang terbaik.

Namun, pemerintah sendiri sudah bersikap tegas untuk kukuh melanjutkan aturan ini. Respons Freeport?

Kami tidak bisa mengomentari itu. Intinya bahwa kami berharap tercapai suatu solusi yang terbaik.

Kami ini milik pemerintah juga loh, 51,2% [sahamnya]. Tahun lalu kami berkontribusi ke negara itu Rp55 triliun. Sepanjang 2018—2041, kontribusi PTFI ke penerimaan negara diperkirakan US$80 miliar sekitar Rp1.200 triliun. [Publik harus memahami bahwa] kami ini dimiliki Indonesia. 

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas. (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)


Bicara soal kiprah Tony Wenas sendiri di industri pertambangan. Apa yang membuat Bapak jatuh hati pada sektor ini?

Sebenarnya sih terdampar ya istilahnya. Jadi saya sudah pernah di industri migas, perbankan, telekomunikasi, dan pertambangan. Memang, yang menarik dari pertambangan itu adalah, biasanya ada di daerah terpencil. Cakupan wilayahnya luas.

Biasanya pertambangan itu skala menengah terbesar, akan punya rumah sakit sendiri, akan punya bandar udara sendiri, akan punya pelabuhan laut sendiri, akan punya sekolah sendiri. Jadi ada satu kota lah. Jadi semua aspek dalam kehidupan perlu diatur. Mungkin di industri modern lainnya kan enggak ada yang seperti itu.

Dengan demikian, pengetahuan kita lebih banyak, harus mengerti mulai dari lautnya, udaranya, hutannya, pengelolaannya, rumah sakit, hingga sekolah. Lalu, sektor sumber daya alam ini kan pasti bersentuhan dengan masyarakat. Ini juga yang menarik, bagaimana kita bisa berperan untuk bisa beri nilai tambah bagi masyarakat.

Itu yang membuat saya senang dengan industri pertambangan.

Saya selalu menganalogikan mengelola perusahaan itu seperti memimpin orkestra, di mana misal, si konduktornya belum tentu dia ahli main biola atau main piano, tetapi dia harus bisa mengharmoniskan semuanya. 

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas

Menjadi CEO PTFI sejak 2017, pengalaman apa yang paling berkesan bagi Bapak?

Pada saat Presiden Joko Widodo mengunjungi tambang kita tahun lalu. Itu yang paling berkesan. Beliau melihat seluruh tambang kita. Beliau di sana melihat seluruh operasi kita, tambang terbuka Grasberg, semua dia lihat. Beliau menginap dan bertemu dengan karyawan-karyawan kita, menyampaikan pesan-pesan yang berkesan.

Beliau sangat kagum dan terkesan.

Selain sibuk di dunia pertambangan, Bapak masih aktif sebagai musisi dan pencipta lagu. Bagaimana menyeimbangkan dua dunia yang sepertinya sangat kontras ini?

Enggak kontras juga. Ibaratnya kan music is universal language. Jadi orang di sektor pertambangan suka dengan musik, di perbankan suka  dengan musik. Bisa menyatu ke masa saja, jadi enggak ada yang kontras. Jadi music is complementary to any profession.

Ada nilai dari passion Bapak di musik yang dibawa dalam kepemimpinan di PTFI?

Ada. Saya selalu menganalogikan mengelola perusahaan itu seperti memimpin orkestra, di mana misal, si konduktornya belum tentu dia ahli main biola atau main piano, tetapi dia harus bisa mengharmoniskan semuanya.

Kalau di PTFI, kami punya core value yang disingkat SINCERE [Safety/Keselamatan, Integrity/Integritas, Commitment/Komitmen, Respect/Rasa Hormat, Excellence/Keunggulan].

Jadi kalau saya sendiri selalu mengedepankan, saya beri pesan ke sobat Bloomberg  Technoz, dalam hal apapun; lakukanlah dengan jujur, disiplin, fokus, dan tulus. Ketulusan itu yang kadang-kadang susah. Kita ini kalau melakukan sesuatu terkadang untuk mendapatkan something in return. Namun, sebaiknya lakukan tugas itu untuk kepentingan tugas itu sendiri.

(wdh)

No more pages