Logo Bloomberg Technoz

Jika dilihat di permukaannya, sebagian besar tampak seperti gejolak kapitalisme biasa. Perusahaan-perusahaan terdampak oleh perubahan teknologi, atau gedung-gedung perkantoran di Hong Kong, London, dan San Francisco yang mulai kosong karena para pegawai memilih bekerja dari rumah.

Akan tetapi kenyataannya, ada hal yang lebih meresahkan; yaitu beban utang yang mulai membengkak. Hal ini menjadi beban yang berat karena bank sentral mulai menaikkan suku bunga, dan tampaknya akan menahan lebih lama dari perkiraan semua orang di Wall Street.

Industri dengan beban utang tertinggi. (Sumber: Bloomberg)

Menurut data S&P Global, di Amerika Serikat (AS) jumlah obligasi berbunga tinggi dan dana pinjaman meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun 2008, menjadi US$3 triliun pada tahun 2021. Selama periode yang sama, utang perusahaan China non-keuangan relatif melonjak. Sementara di Eropa, penjualan obligasi melonjak lebih dari 40% pada tahun 2021.

Dengan lemahnya pertumbuhan ekonomi di China dan Eropa, pembayaran utang tampaknya terlalu berat untuk ditanggung oleh sejumlah bisnis. Di AS saja, data menunjukkan tumpukan obligasi dan pinjaman bermasalah melonjak lebih dari 360% sejak 2021. Jika terus menyebar, hal ini dapat menyebabkan siklus gagal bayar yang sangat luas.

“Kondisinya seperti karet gelang,” kata Carla Matthew, kepala masalah kebangkrutan dan pemulihan aset di perusahaan konsultan PwC Inggris. “Anda bisa lolos dengan sejumlah ketegangan, namun ada titik di mana karet gelang itu akan putus.”

Dan hal itu sudah mulai terjadi. Lebih dari 120 kebangkrutan besar dilaporkan terjadi di AS tahun ini. Perusahaan-perusahaan dengan utang lebih dari setengah triliun dolar kemungkinan akan menghadapi gagal bayar, atau mengalami kesulitan dalam mengembalikan utang-utang tersebut.

Pekan ini, Moody’s Investor Service mengatakan bahwa tingkat gagal bayar untuk perusahaan yang tergolong dalam speculative-grade di seluruh dunia diperkirakan akan mencapai 5,1% tahun depan. Angka tersebut naik 3,8% dalam 12 bulan yang berakhir pada Juni. Di bawah skenario yang paling pesimis, angka diprediksi bisa melonjak hingga 13,7%.

Tentunya masih banyak yang tidak pasti. Seperti perekonomian AS, misalnya, secara mengejutkan tetap bisa bertahan dalam menghadapi biaya pinjaman yang lebih tinggi dan perlambatan inflasi yang stabil. Selisih imbal hasil di pasar obligasi AS juga telah menyempit sejak Maret, ketika runtuhnya Silicon Valley Bank memicu kekhawatiran akan krisis kredit.

Akan tetapi, kenaikan yang sederhana dalam tingkat gagal bayar dapat menambah tantangan bagi perekonomian. Semakin meningkat gagal bayar, semakin banyak investor dan bank menarik kembali pinjaman. Hal ini menyebabkan lebih banyak perusahaan menghadapi kesulitan karena opsi pembiayaan menghilang. Sehingga, kebangkrutan bisa terjadi dan menekan pasar tenaga kerja karena karyawan akan diberhentikan. Pada akhirnya, situasi ini berdampak pada belanja konsumen.

“Anda akan melihat situasi itu, misalnya di sektor ritel, di mana bisnis menjadi tidak masuk akal dan tidak ada jumlah perbaikan neraca yang akan menyebuhkan penyakit debitur tertentu,” kata Cooper.

(bbn)

No more pages