“Mungkin karena kepatuhan dari teman-teman di perusahaan pertambangan sudah makin baik,” kata Tri.
Di sisi lain, Tri menambahkan, kinerja sektor nikel masih melanjutkan tren pelemahan. Harga nikel masih bertahan di kisaran US$14.000 per ton sampai US$15.000 per ton.
Proyeksi pelemahan kinerja sektor batu bara itu sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengoreksi target produksi komoditas emas hitam tersebut tahun depan.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan bakal memangkas target produksi batu bara, sembari membuka opsi mengerek porsi DMO tahun depan.
Rencana produksi dan DMO batu bara tersebut saat ini memasuki masa evaluasi seiring dengan tenggat perusahaan tambang untuk menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2026.
“Kita tergantung nanti hasil rekap RKAB. Karena rekap RKAB itu akan menentukan berapa DMO yang akan kita kasih. Minimal 25%, sudah, titik,” kata Bahlil kepada awak media di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (14/11/2025).
Bahlil menerangkan rencana pemangkasan produksi itu diambil lantaran proyeksi RKAB pada model sebelumnya periode 2024—2026, cenderung lebih besar dari perkiraan permintaan komoditas emas hitam itu tahun depan.
Menurut Bahlil, proyeksi batu bara pada RKAB 3 tahunan sebelumnya mencapai 900 juta ton per tahun, padahal permintaan batu bara di pasar cenderung melemah.
Sementara itu, kebutuhan batu bara nasional untuk pembangkit listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN mencapai 140—160 juta ton.
Di sisi lain, kebutuhan batu bara dunia hanya sekitar 1,3 miliar ton. Dia menambahkan Indonesia mampu memasok hingga 600 juta ton.
(azr/naw)































