Logo Bloomberg Technoz

Kondisi ini berisiko menekan penjualan kendaraan listrik, menghambat pertumbuhan industri pendukung seperti baterai dan komponen, serta memperlambat adopsi kendaraan listrik yang berperan penting dalam menekan permintaan BBM dan impor minyak.

Saat ini, meski sudah terdapat delapan pabrikan mobil listrik yang berproduksi di Indonesia, jumlah tersebut dinilai belum cukup untuk menciptakan persaingan pasar yang sehat, terutama untuk mengejar target tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 60% pada 2027 dan 80% pada 2030.

Studi IESR, ungkap Chief Executive Officer IESR Fabby Tumiwa menunjukkan bahwa insentif berperan signifikan dalam mendorong adopsi kendaraan listrik. 

Hingga Oktober 2025, penjualan mobil listrik nasional mencapai rekor 68.827 unit, dengan dominasi model yang menerima insentif.

Sebaliknya, berakhirnya insentif sepeda motor listrik pada 2025 menyebabkan penjualan anjlok hingga 80% pada kuartal pertama dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

"Elektrifikasi kendaraan bermotor merupakan tulang punggung penurunan emisi di sektor transportasi. Kontribusinya bisa mencapai 45%-50% dari total penurunan emisi sektor transportasi," kata Fabby dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (21/12/2025). 

"Akan lebih tinggi lagi manfaatnya jika digabungkan dengan strategi yang lebih komprehensif melalui pendekatan Avoid–Shift–Improve yang menghasilkan penurunan emisi dapat mencapai 76% jangka panjang dan sekitar 18% pada 2030," jelasnya. 

Bahkan, menurut Koordinator Riset Manajemen Permintaan Energi IESR, Faris Adnan Padhilah berpandang minat perbankan nasional untuk membiayai industri kendaraan listrik dan kredit kepemilikan kendaraan listrik terus meningkat. 

Untuk itu, dia menilai, peluang ini perlu dimanfaatkan pemerintah untuk memperkuat pembiayaan hijau mobilitas berkelanjutan. 

"Selain itu, penerapan kebijakan sisi pasokan, seperti mandat kendaraan listrik, instrumen ekonomi, termasuk pajak karbon pada BBM, serta tidak kalah pentingnya insentif non-fiskal lainnya seperti bebas ganjil-genap akan meningkatkan daya tarik kendaraan listrik dan mendorong minat konsumen," tegasnya. 

Dengan demikian, IESR pun mendorong pemerintah mengkaji ulang rencana penghentian insentif kendaraan listrik agar tidak mengganggu iklim investasi, mengingat sejumlah produsen masih dalam tahap pembangunan pabrik dan adanya kebutuhan menarik merek-merek global agar tidak beralih ke negara pesaing di Asia Tenggara.

(prc/wdh)

No more pages