Logo Bloomberg Technoz

Nia mengatakan berkurangnya pendapatan tersebut juga dipengaruhi oleh jumlah pelanggan yang semakin berkurang tiap tahun. Tahun sebelumnya, dia memiliki langganan yang berasal dari berbagai wilayah di Tanah Air, kini hanya sekitar Jabodetabek yang bertahan menjadi pelanggannya. 

Nia, Pedagang Fesyen di Tanah Abang

Langganan yang semakin sepi juga turut dirasakan oleh penjual daster batik Pekalongan di Blok A Tanah Abang, Ali (60) menuturkan pelanggannya dari berbagai penjuru Indonesia nihil pada tahun ini karena pembeli hanya berasal dari Jabodetabek. 

“Kayaknya ekonomi rusak, Lebaran harapan kita dulu puasa konsumen pada belanja, kenyataan biasa saja tidak ada perubahan, enggak ada peningkatan. Biasanya grosir dari daerah dulu karungan, balpres, sekarang enggak ada sama sekali,” ujar pria yang telah jualan di Tanah Abang sejak tahun 1970 tersebut. 

Kondisi tersebut, lanjut Ali, berdampak pada pendapatan usahanya yang makin anjlok dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dulu, dia bisa mendapatkan omzet minimal Rp10 juta dalam sehari, namun saat ini hanya sekitar Rp2 juta. 

Lebih jauh, sejak dua tahun lalu secara bertahap dia harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya dari semula empat orang, kini hanya tersisa satu orang. 

“Enggak sanggup gajinya. Kita hitung-hitung kan persentase keuntungan enggak bisa gaji dua orang, saya enggak dapat apa-apa buat gaji mereka saja kan. Sekarang semua gitu temen-temen di sini juga gitu,” beber Ali. 

Senada, penurunan pendapatan juga dialami oleh Bela (32) yang menjual kemeja wanita di Blok B Tanah Abang. Dia menyebut pendapatannya turun sebesar 60% dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, toko yang telah berjualan sejak 2012 itu pendapatannya setiap bulan sejak Lebaran tahun ini turun 50%. 

“Omzet kan kita ditulis tahun ke tahun turun setengahnya dibandingkan tahun lalu memang tahun ini turun setelah lebaran. Penurunannya setiap bulan bahkan hampir ada 50%,” kata Bela. 

Dia menyebut toko tersebut saat ini tidak berjualan secara online, namun tokonya juga menjual kemeja impor asal Bangkok untuk mendiversifikasi produk. Menurutnya, pembeli lebih menyukai produk asal Thailand tersebut dibandingkan lokal. 

Dalam satu hari, kemeja asal Bangkok dapat terjual 20 pakaian sementara kemeja buatan konveksinya hanya terjual 5-10 buah. “Produk Bangkok yang lebih laris modelnya lebih bagus dan peminatnya emang tinggi,” ujarnya. 

Gempuran Impor China

Di sisi lain, Nia menampik anjloknya pendapatan pedagang Tanah Abang karena penjualan melalui platform online. 

Namun demikian, gempuran produk impor dari China turut memengaruhi minat pembeli di Pasar Tanah Abang. Menurutnya, tunik impor Negeri Panda bisa dijual dengan harga Rp50.000 sementara tunik yang dia jual sekitar Rp100.000. 

Senada, Ali juga menyebut harga pasaran daster hancur karena produk impor. Walakin, Ali enggan menjual daster asal China karena kualitasnya yang jelek. Dia mempertahankan kualitas produk dibandingkan harga. 

“Saya enggak mau asal jual, pasar saya menengah ke atas paling murah daster di sini Rp70.000 asli Pekalongan,” ujarnya. 

Para pedagang Tanah Abang kini hanya bisa berharap terhadap kebijakan pemerintah yang dapat meningkatkan penjualan. Mereka masih menginginkan pasar yang dijuluki terbesar se-Asia Tenggara itu kembali ramai dan diserbu pengunjung. 

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan bahwa peningkatan promosi produk fesyen UMKM menjadi salah satu cara dalam mengatasi gempuran produk pakaian impor tanpa label alias white label. 

Budi memandang bahwa produk fesyen lokal cenderung kalah promosi dari produk impor. Padahal, secara kualitas dan harga, produk dalam negeri dinilai memiliki daya saing. 

“Kadang-kadang kita lebih bagus dari asing, tetapi karena promosi asing itu lebih besar, seolah-olah kita menjadi tidak ada,” kata Budi dalam sambutan Jakarta Modest Summit 2026 di Jakarta Pusat, Rabu (10/12/2025). 

Menurutnya, promosi produk fesyen lokal dapat ditingkatkan melalui penyelenggaraan event berskala nasional. Kemendag pun berencana memperluas penyelenggaraan acara seperti Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW) dengan rangkaian pengantar di daerah-daerah.

Apabila promosi UMKM lokal dapat meningkat, Budi mengatakan bahwa produk tersebut akan lebih menjangkau konsumen. Hal ini yang diyakini dapat mengurangi penetrasi produk impor. 

“Jadi kalau konsumen itu memakai produk kita, gempuran-gempuran impor itu juga akan hilang. Itu salah satu cara,” ujar Budi.

(ell)

No more pages