Dalam kaitan itu, Gapki sejatinya dapat menyetujui usulan pemerintah kecuali batas konversi DHE ke rupiah hanya dibatasi menjadi 50%.
“Pada dasarnya, kami dari Gapki dapat menyetujui semua usulan kecuali batas konversi DHE ke rupiah hanya dibatasi menjadi 50%,” kata Ketua Umum Gapki Eddy Martono dalam surat tersebut.
Dalam surat tersebut, Eddy mengungkapkan kebutuhan operasional untuk perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebagian besar dikeluarkan dalam mata uang rupiah, seperti untuk pembelian bahan baku, pupuk, pembelian peralatan, perlengkapan, barang modal serta pembayaran untuk biaya tenaga kerja baik langsung maupun tidak langsung serta biaya lainnya.
Namun demikian, dengan rencana usulan perubahan di mana dana DHE hanya dibatasi 50% untuk dikonversi dalam mata uang rupiah dan menahan sisanya sebesar 50% sampai dengan satu tahun dan akan berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2026, maka hal ini sangat memberatkan pengusaha kelapa sawit.
“Usulan perubahan tersebut akan mendorong kami untuk meminjam dana dari bank dan tetap harus membayar marjin (selisih bunga pinjaman dengan bunga penempatan) yang tidak murah dengan range 1%-2% p.a untuk menutupi kekurangan dana operasional dalam mata uang rupiah,” jelas dia.
Lebih jauh dia memandang penggunaan melalui transaksi SWAP juga sangat berisiko, sebab fluktuasi kurs sangat tinggi di saat sekarang ini, yang dapat menyebabkan kerugian selisih kurs yang besar.
“Berkenaan dengan hal tersebut mohon kiranya kebijaksanaan Bapak [pemerintah] untuk dapat melakukan peninjauan kembali terkait usulan perubahan [pembatasan konversi DHE ke rupiah menjadi 50%] tetap mengacu pada perubahan pertama PP 8 Tahun 2025 di mana kami masih dapat melakukan konversi sampai dengan 100% guna mendukung kebutuhan operasional kami,” tulis surat tersebut.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan akan merevisi aturan terkait DHE SDA. Pemerintah akan mewajibkan penempatan DHE SDA di Himbara yang berlaku efektif mulai Januari 2026.
Purbaya menyampaikan, aturan tersebut sedang difinalisasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan telah disampaikan kepada Menteri Sekretaris Negara untuk proses lanjutan.
"Saya baru kirim Mensesneg itu [draf revisi-nya]. Nanti sebentar lagi keluar, [dan] efektif Januari," kata Purbaya di Istana Negara, Senin (15/12/2025).
(ain)
































