Dalam kesempatan yang sama, Tigor juga menanggapi pertanyaan terkait rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai penghapusan kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (KBMI) 1 serta posisi Superbank ke depan. Ia menyampaikan bahwa dari sisi permodalan, Superbank telah memenuhi kualifikasi untuk masuk ke KBMI 2.
“Karena per hari ini kapital kita Rp8 triliun. KBMI 1 itu sampai Rp6 triliun. Jadi di atas Rp6 triliun per peraturan OJK pada hari ini itu KBMI 2. Jadi secara modal kami, as per today, kapital kami sudah Rp8 triliun. Dari segi kualifikasi untuk KBMI 2 kita sudah masuk pada hari ini,” jelasnya.
Tigor menambahkan bahwa proses administratif tetap mengikuti ketentuan dan mekanisme yang berlaku di OJK.
Lebih lanjut, manajemen menyampaikan bahwa pencatatan saham di BEI merupakan kelanjutan dari strategi penetrasi Superbank di dalam ekosistem yang telah dibangun bersama mitra strategis. Tigor menyebut listing saham bukan akhir dari perjalanan, melainkan awal dari fase berikutnya dalam pengembangan bisnis.
“Kami merasa bahwa listing hari ini adalah permulaan dari bagaimana kita melantai di bursa. Tapi ini continuation dari penetrasi kita terhadap ekosistem kita di Indonesia,” ujarnya.
Superbank saat ini didukung oleh ekosistem Grab, OVO, dan Emtek. Sejak peluncuran aplikasi digital pada Juni 2024, Superbank telah melayani lebih dari 5 juta nasabah. Aktivitas transaksi harian tercatat telah melampaui 1 juta transaksi per hari, dengan pertumbuhan transaksi lebih dari 40% pada kuartal III-2025 dibandingkan periode sebelumnya.
Dari sisi kinerja, manajemen menyampaikan bahwa hingga Oktober 2025, Superbank membukukan laba sebelum pajak sebesar Rp102 miliar. Kinerja tersebut didorong oleh pertumbuhan pendapatan bunga bersih (NII) yang meningkat 173% secara tahunan menjadi Rp1,3 triliun. Dana pihak ketiga (DPK) juga tercatat tumbuh 168% secara tahunan menjadi Rp10,6 triliun per Oktober 2025.
Terkait penggunaan dana hasil IPO, manajemen menegaskan bahwa alokasi telah sesuai dengan prospektus. Sekitar 70% dana akan digunakan sebagai modal kerja untuk memperkuat penyaluran kredit, terutama ke segmen underbanked di sektor ritel dan UMKM.
Sementara itu, 30% dana dialokasikan untuk belanja modal, termasuk pengembangan produk, sistem pembayaran, serta penguatan infrastruktur teknologi informasi, data analytics, kecerdasan buatan, dan keamanan siber.
Dalam menghadapi persaingan perbankan digital, manajemen menilai pasar masih memiliki ruang pertumbuhan yang luas. Menurut Tigor, pangsa pasar bank digital di Indonesia secara agregat masih sekitar 1%.
“Perjalanannya masih sangat panjang. Pendalaman pasar itu masih sangat banyak opportunity ke depannya,” katanya.
Superbank juga menyadari ketergantungan pada ekosistem sebagai salah satu keunggulan utama. Sekitar 60% akuisisi nasabah berasal dari ekosistem, sementara 40% lainnya berasal dari luar ekosistem dan terus berkembang secara organik.
“Advantage kami memang di ekosistem. Tapi di luar itu Indonesia ini sangat besar. Masih sangat luas sekali kesempatan kami di luar ekosistem itu,” ujar Tigor.
(dhf)



























