“Kalau kita lihat ya misalnya di Maluku Utara kan ada perusahaan besar seperti IWIP, Harita, yang kapasitasnya besar. Namun, kalau kita lihat RKAB-nya antara demand dengan supply itu pincang. Pincang sekali. Makanya kenapa ore dari Filipina itu lebih banyak masuk ke IWIP,” ucap dia.
Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) mendata impor bijih dan konsentrat nikel dari Filipina mencapai 12,01 juta ton sepanjang Januari—Oktober 2025.
Pada periode tersebut, impor nikel melalui pelabuhan Weda tercatat sebesar 9,5 juta ton. Kemudian, 2,11 juta ton impor nikel masuk ke Indonesia melalui pelabuhan Morowali.
Sisanya, 289.616 ton masuk ke Indonesia melalui pelabuhan Kolonodale. Lalu, 56.650 ton masuk melalui pelabuhan Samarinda dan 53.400 ton masuk melalui pelabuhan Kendari.
Sepanjang 2024, RI tercatat mengimpor 10,18 juta ton bijih nikel dari Filipina yang didatangkan dari berbagai pelabuhan termasuk Morowali, Sulawesi Tengah dan Teluk Weda, Maluku Utara.
Tingginya permintaan bijih juga tidak lepas dari banyaknya investasi smelter baru dalam kurun 5 tahun terakhir. Hal tersebut juga memicu lonjakan eksploitasi nikel di dalam negeri.
Sebagai perbandingan, produksi bijih nikel Indonesia tahun 2019 hanya sekitar 52,76 juta ton, meningkat hampir empat kali lipat menjadi 240 juta ton pada 2024.
Menurut data Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), saat ini terdapat 120 proyek smelter pirometalurgi berbasis rotary kiln electric furnace (RKEF) di Indonesia yang membutuhkan total 584,9 juta ton bijih nikel.
Sementara itu, proyek hidrometalurgi atau berbasis high pressure acid leach (HPAL) hanya sebanyak 27 dengan kebutuhan total 150,3 juta ton bijih nikel.
Dengan demikian total proyek smelter nikel di Indonesia mencapai 147 proyek dengan estimasi total kebutuhan bijih 735,2 juta ton. Sementara itu, rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) nikel yang disetujui untuk 2025 mencapai 300-an juta ton.
Di sisi lain, menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sumber daya cadangan nikel Indonesia berupa bijih mencapai 18,55 miliar ton dengan total cadangan sebanyak 5,32 miliar ton per 2023.
(azr/wdh)






























