"Pajak, PNBP, royalti, cukai kita tetap tidak ada penambahan," kata dia. "Indonesia betul kita termasuk yang paling lemah dan paling rendah di dunia sistem perpajakan kita."
Adik kandung Prabowo Subianto ini lantas mencontohkan, rasio pajak Indonesia saat ini masih berada di kisaran 9%–12% terhadap produk domestik bruto (PDB), sekaligus menjadi salah satu rasio pajak terlemah dunia.
Angka itu tidak jauh berbeda dari capaian sekitar 10 tahun lalu yang masih berada di kisaran 12%. Dia juga membandingkan dengan Negara tetangga Kamboja yang saat itu masih 95.
Namun, 10 tahun setelahnya, Kamboja berhasil mencapai rasio penerimaan pajak sebesar 18%, lebih tinggi dari Indonesia yang justru masih stagnan. "Kamboja ini lebih miskin dari kita. Indonesia 11 tahun, 10 tahun lalu itu 12%. Sekarang, Kamboja 18%," kata dia.
"Kalau memang aparat pajak, aparat bea cukai, aparat semuanya itu bekerja dengan benar, Indonesia bukan negara dengan defisit, Indonesia negara surplus.Indonesia negara kaya. Kita bisa memberi bantuan luar negeri kepada negara-negara miskin lainnya. Indonesia super power."
Sebelumnya, Kementerian Keuangan memang melaporkan realisasi penerimaan pajak sampai Oktober 2025 tercatat sebesar Rp1.459 triliun, turun 3,85% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Capaian tersebut juga masih sebesar 70,2% dari target yang dipatok pemerintah lewat APBN yang sebesar Rp2.076,9 triliun, sekaligus membuka kepastian potensi shortfall pajak semakin besar.
(lav)




























