Logo Bloomberg Technoz

“Beberapa studi menunjukkan DME akan layak jika harga batubara US$30/ton; padahal saat ini di atas US$100/ton. Jadi, bisa dibayangkan betapa besar subsidi yang diperlukan,” kata Wijayanto ketika dihubungi Senin (15/12/2025).

Batu bara di Sasol Coal Supply, yang menggunakan gasifikasi untuk menghasilkan bahan bakar di Secunda, Afrika Selatan./Bloomberg-Waldo Swiegers

Di sisi lain, pengembangan proyek hilirisasi batu bara menjadi DME tersebut dinilai akan menelan biaya investasi yang begitu besar. 

Dia memprediksi, setiap proyek gasifikasi batu bara menjadi DME akan diperlukan subsidi sekitar US$2—US$4 miliar atau setara Rp33,3 triliun hingga Rp66,6 triliun (asumsi kurs hari ini).

“Sebelum mengambil langkah, idealnya pemerintah melakukan studi terlebih dahulu. DME bukanlah proyek yang feasible, perlu subsidi sangat besar,” tegas dia.

Bahkan, kata WIjayanto, hingga kini belum terdapat contoh sukses proyek DME sebagai pengganti LPG di dunia. Dia menyebut, China sudah mulai menonaktifkan beberapa fasiltias DME akibat biaya yang terlalu tinggi.

Sementara itu, di Tanah Air, Wijayanto menyatakan proyek tersebut sudah beberapa kali dicoba, tetapi pada akhirnya tak berhasil. Dia juga menyoroti dampak lingkungan dari proyek tersebut, yang bisa berdampak negatif terhadap lingkungan.

“Pengalihan subsidi Gas Melon akan makin membebani masyarakat yang sedang mengalami pelemahan daya beli,” tegas dia.

Sebagai informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan sinyal akan mengalihkan subsidi LPG ke DME untuk membuat harga jual pengganti gas minyak cair tersebut lebih ekonomis.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyatakan kementeriannya sedang memperhitungkan harga pokok penjualan (HPP) produk DME. Dia memastikan jika DME memerlukan subsidi, anggarannya akan berasal dari peralihan dana subsidi LPG 3 Kg

“Jadi kita lagi memperhitungkan berapa HPP untuk DME kalau memang ada subsidi itu kan juga merupakan pengalihan subsidi dari untuk LPG yang ada saat ini,” kata Yuliot ditemui awak media, di kantor Kementerian ESDM, Jumat (12/12/2025).

Adapun, Kementerian ESDM membeberkan konsumsi LPG 3 Kg bakal melebar ke level 8,5 juta ton, terpaut dari kuota yang ditetapkan dalam APBN 2025 sebesar 8,17 juta ton.

Alokasi subsidi LPG dalam APBN 2025 adalah Rp87,6 triliun, lebih tinggi dari pagu tahun sebelumnya senilai Rp85,6 triliun.

Proyek mercusuar hilirisasi batu bara menjadi DME sebelumnya sudah gagal pada era Presiden Joko Widodo. Investor dari AS, Air Products & Chemicals Inc. (APCI), hengkang pada 2023 dari proyek DME batu bara yang dipenggawai oleh Bukit Asam.

Saat itu, proyek gasifikasi batu bara menjadi DME direncanakan selama 20 tahun di wilayah Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) yang berada di mulut tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatra Selatan. BACBIE akan berada di lokasi yang sama dengan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8.

Sebelum APCI angkat kaki, proyek itu mulanya digadang-gadang sanggup menghasilkan DME sekitar 1,4 juta ton per tahun dengan memanfaatkan 6 juta ton batu bara per tahun. Proyek ini ditargetkan dapat menghasilkan substitusi LPG impor sekitar 7—8 juta ton per tahun.

Dalam perkembangannya, Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional telah menyerahkan pra-kajian 18 proyek hilirisasi kepada BPI Danantara dan sudah memasuki tahap finalisasi.

Dari 18 proyek tersebut, salah satunya merupakan proyek DME batu bara. Proyek itu menjadi penting untuk mensubstitusi impor gas minyak cair atau LPG.

Belum lama ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membeberkan  perusahaan asal Eropa dan Korea Selatan (Korsel) berminat membentuk konsorsium untuk berinvestasi pada proyek gasifikasi batu bara tersebut.

Selain itu, Bahlil menambahkan, perusahaan asal China turut berminat pada proyek substitusi impor LPG itu.

(azr/wdh)

No more pages