Logo Bloomberg Technoz

Takaichi mengatakan pada parlemen pada Rabu bahwa posisi Jepang mengenai Taiwan tidak berubah sejak Komunike Bersama Jepang-China 1972. Dia menjawab pertanyaan apakah Jepang telah mengubah posisi resminya, yang menghormati pandangan China bahwa Taiwan adalah "bagian tak terpisahkan dari wilayahnya," tanpa secara khusus menyetujui prinsip 'Satu China.'

Ketegangan antara kedua negara meningkat setelah bulan lalu Takaichi menyatakan serangan China terhadap Taiwan bisa berarti "situasi yang mengancam kelangsungan hidup" Jepang, secara efektif menyiratkan bahwa Tokyo akan mengerahkan militernya bersama negara lain dalam skenario tersebut.

Sejak saat itu, Tokyo dan Beijing terjebak dalam sengketa diplomatik dan ekonomi. China mengambil sejumlah tindakan terhadap Jepang, termasuk mengimbau warganya agar tidak bepergian ke negara tersebut.

Rincian wisatawan yang mengunjungi Jepang dari Januari hingga September. (Bloomberg)

Pernyataan Takaichi sebelumnya dinilai sejumlah pengguna media sosial China sebagai langkah mundur dari sikapnya sebelumnya, meski yang lain mengatakan perlu klarifikasi lebih lanjut. Pada Kamis pagi, frasa "Sanae Takaichi akhirnya menyerah" menjadi topik tren nomor satu di Weibo, platform media sosial China yang mirip dengan X.

Dalam pernyataan bersama yang meresmikan hubungan diplomatik antara kedua negara lebih dari setengah abad lalu, Jepang menyatakan mereka "sepenuhnya memahami dan menghormati" pandangan China bahwa Taiwan adalah "bagian yang tak terpisahkan" dari wilayahnya.

Perjanjian tersebut tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa Jepang sepenuhnya mendukung interpretasi Beijing tentang 'Satu China.'

Takaichi menolak tuntutan China untuk menarik pernyataannya pada 7 November, berulang kali menegaskan bahwa posisi Tokyo terkait keadaan darurat keamanan tetap sama. Menteri Luar Negeri Toshimitsu Motegi juga berulang kali menyatakan sikap Jepang terhadap Taiwan tidak berubah sejak 1972. 

Takaichi awalnya berbicara bagaimana serangan China terhadap Taiwan akan secara langsung mengancam keamanan nasional Jepang. Dia menekankan invasi atau blokade apa pun akan merugikan Jepang dan warganya.

PM Jepang, Sanae Takaichi, saat konferensi pers di kantor perdana menteri di Tokyo, Jepang, Selasa (21/10/2025). (Eugene Hoshiko/AP/Bloomberg)

Dalam potensi konflik, puluhan ribu tentara AS yang ditempatkan di Jepang juga dapat terlibat, menjadikan mereka target dan meningkatkan risiko Jepang terseret ke dalam pertempuran di bawah aliansi keamanannya dengan Washington.

Ratusan ribu warga negara Jepang juga tinggal atau sering bepergian ke Taiwan, dan perdagangan antara kedua belah pihak tetap penting bagi Tokyo, terutama semikonduktor.

Menggarisbawahi hubungan erat tersebut, pada Konferensi Ekonomi dan Perdagangan tahunan Taiwan-Jepang, Kamis lalu, kedua belah pihak dijadwalkan menandatangani nota kesepahaman tentang kerja sama bea cukai dan perjanjian tentang perdagangan digital, menurut pernyataan resmi.

Pada saat yang sama, Beijing bekerja keras untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara lain atas perselisihannya dengan Tokyo.

Belum lama ini, Menteri Luar Negeri Wang Yi memanfaatkan panggilan telepon dengan penasihat diplomatik Presiden Prancis Emmanuel Macron, Emmanuel Bonne, untuk mengatakan bahwa kedua belah pihak perlu saling mendukung dan mengecam "pernyataan provokatif" Takaichi.

Menanggapi pertanyaan tentang upaya diplomatik China baru-baru ini untuk mengisolasi Jepang, juru bicara utama pemerintah Minoru Kihara mengatakan bahwa Jepang akan terus menjalin komunikasi dengan komunitas internasional.

"Saya menyadari berbagai langkah yang diambil China," ujar Kihara, menambahkan bahwa Jepang akan terus membantah klaim China yang tidak berdasar pada fakta. "Jepang juga akan terus menjelaskan sikap dan pemikirannya kepada komunitas internasional."

(bbn)

No more pages