Meski detail dan pendanaannya belum sepenuhnya diungkap, tujuannya jelas: menciptakan sistem yang mampu mendeteksi, melacak, hingga menghancurkan drone, rudal, roket, dan pesawat pada berbagai ketinggian dan jarak. Proyek ini akan mengintegrasikan seluruh peralatan pertahanan udara Taiwan ke dalam satu jaringan untuk meningkatkan kecepatan dan akurasi respons terhadap ancaman.
Menurut Chieh Chung, akademisi di Institute for National Defense and Security Research di Taipei, implementasi T-Dome kemungkinan dilakukan secara bertahap dalam beberapa tahun.
Bagaimana T-Dome akan bekerja?
T-Dome difokuskan untuk menghadapi kemungkinan invasi China. Selain itu, proyek ini sejalan dengan strategi rantai pulau Amerika Serikat dan sekutunya yang bertujuan membatasi akses militer China ke Samudra Pasifik.
Pertahanan udara Taiwan saat ini mampu menangkis sebagian rudal balistik dan jelajah, namun masih berpotensi kewalahan jika diserang roket murah dalam jumlah besar atau drone dalam formasi kawanan.
Fitur kunci T-Dome adalah integrasi “sensor-to-shooter”: menghubungkan seluruh radar dan sistem rudal dalam satu komando terpadu yang dapat memberikan rekomendasi target secara cepat. Dengan demikian, Taiwan dapat menembak jatuh banyak proyektil sekaligus dan mengabaikan objek yang bukan ancaman.
Semua data sensor akan dianalisis dalam sebuah platform pusat untuk menentukan jenis senjata paling efisien yang digunakan dalam pencegatan — menghemat amunisi dan meningkatkan efektivitas.
Sebagai contoh, jika T-Dome mendeteksi drone yang memasuki wilayah udara Taiwan, sistem akan memilih rudal jarak pendek yang lebih murah ketimbang rudal jarak jauh yang diperuntukkan bagi target bernilai tinggi.
Siapa pemasok T-Dome?
Meski belum dikonfirmasi resmi, media Taiwan melaporkan bahwa Kementerian Pertahanan bekerja sama dengan kantor perwakilan AS di Taipei untuk membeli Integrated Air and Missile Defense Battle Command System (IBCS) dari Northrop Grumman — sistem yang sudah digunakan Angkatan Darat AS dan Polandia.
Pada September lalu, perusahaan tersebut menandatangani kesepakatan dengan lembaga riset pertahanan Taiwan untuk mengembangkan sistem IBCS.
Bagaimana sistem pertahanan udara Taiwan bekerja?
Taiwan mengoperasikan kombinasi sistem pertahanan udara buatan AS dan yang dikembangkan secara domestik, guna menghadapi beragam ancaman dari China.
Pertama, Taiwan menggunakan baterai rudal Patriot yang dipasok AS. Varian PAC-2 dirancang untuk mencegat rudal jelajah bertenaga mesin jet yang mampu bermanuver pada ketinggian rendah untuk menghindari deteksi radar. Sementara itu, PAC-3 merupakan versi lebih canggih yang mampu mencegat rudal jelajah serta rudal balistik jarak pendek hingga menengah pada ketinggian sekitar 50 kilometer. Rudal balistik dapat membawa hulu ledak konvensional atau nuklir dan dikenal sulit untuk dicegat.
Selain itu, Taiwan juga mengoperasikan sistem pencegat Sky Bow II dan III buatan dalam negeri, yang mampu menghantam sasaran pada ketinggian 20 hingga 50 kilometer, dengan jangkauan sekitar 200 kilometer. Sistem ini terutama ditujukan untuk menghadapi rudal balistik China seperti DF-16. Mulai tahun depan, Taiwan diperkirakan akan memulai produksi massal Sky Bow IV, yang mampu menghancurkan rudal balistik di lapisan atas atmosfer — sekitar 70 kilometer di atas permukaan bumi.
Taiwan saat ini juga menunggu pengiriman National Advanced Surface-to-Air Missile System (NASAMS), hasil kerja sama Kongsberg Defence & Aerospace dari Norwegia dan Raytheon Missiles & Defense dari AS. NASAMS dapat menghadapi ancaman pada ketinggian di bawah 20 kilometer, termasuk pesawat, drone, dan rudal jelajah.
Saat ini, setiap sistem pertahanan tersebut beroperasi secara mandiri. Jika baterai Patriot mendeteksi ancaman, maka hanya dapat meluncurkan pencegat Patriot — meskipun Sky Bow atau NASAMS mungkin lebih cocok atau lebih efisien dari sisi biaya.
Begitu pula jika dua sistem berbeda mendeteksi ancaman yang sama, keduanya bisa saja merekomendasikan peluncuran rudal pencegat masing-masing, yang berpotensi memboroskan amunisi dan menimbulkan kebingungan dalam jaringan pertahanan udara Taiwan.
Berapa biaya pembangunan T-Dome?
Belum ada angka resmi yang dirilis pemerintah Taiwan. Namun para ahli memperkirakan proyek ini dapat menelan biaya lebih dari NT$1 triliun (sekitar Rp532 triliun), termasuk pengadaan tambahan sistem rudal dan pencegat. Sebagai perbandingan, sistem IBCS yang dikirimkan ke Polandia tahun ini bernilai sekitar US$900 juta.
Sulit untuk memastikan total anggaran T-Dome karena banyak detail yang masih dalam tahap perencanaan. Sebagian pendanaan diproyeksikan berasal dari anggaran militer khusus sebesar NT$1,25 triliun yang diusulkan pada akhir November dan dialokasikan untuk delapan tahun. Usulan tersebut masih menunggu persetujuan parlemen.
T-Dome jauh kurang ambisius dibanding program pertahanan rudal nasional AS bernama US Golden Dome yang tengah dikembangkan. Program itu mencakup rencana pencegat berbasis luar angkasa untuk menembak jatuh rudal antarbenua. Menurut Presiden AS Donald Trump, tahap pertama proyek tersebut diperkirakan memakan biaya sekitar US$175 miliar — meskipun angka itu diragukan oleh sejumlah pakar pertahanan. Kantor Anggaran Kongres AS (CBO) bahkan memperkirakan biaya infrastruktur berbasis ruang angkasanya saja bisa mencapai US$542 miliar.
US Golden Dome dirancang untuk melindungi seluruh wilayah Amerika Serikat, yang ukurannya sekitar 270 kali lebih luas dari Taiwan. Sementara sistem Taiwan ini hanya berfokus pada ancaman regional dari jarak yang lebih pendek, berbeda dengan cakupan global milik AS.
Apakah negara lain memiliki sistem sejenis T-Dome?
Sistem pertahanan udara Israel disebut-sebut sebagai yang paling maju di dunia. Sistem tersebut terdiri dari beberapa lapisan. Iron Dome dirancang untuk menghadapi roket jarak dekat dan kini telah ditingkatkan untuk menghadapi rudal jarak jauh serta drone. David’s Sling mampu mencegat rudal balistik dan jelajah jarak menengah, sedangkan Arrow, menurut pengembangnya, dapat menghadapi rudal yang diluncurkan dari jarak hingga 2.400 kilometer.
Sejumlah negara Asia seperti Jepang, Korea Selatan, dan India juga memiliki sistem pertahanan udara berlapis, namun belum terintegrasi secara penuh dalam satu jaringan komando terpadu.
Apa tantangan terbesar dalam pengembangan T-Dome?
Pelaksanaan T-Dome tepat waktu berpotensi terganggu jika ada hambatan politik.
Saat ini, partai oposisi menguasai mayoritas kursi di parlemen dan mungkin akan berupaya memangkas atau menunda anggaran pertahanan. Risiko penolakan meningkat sejak Partai Kuomintang, yang lebih condong ke Beijing, memilih pemimpin baru yang secara terbuka menentang peningkatan belanja militer.
Selain itu, Taiwan harus bersaing dengan negara-negara anggota NATO di Eropa yang kini juga meningkatkan pembelian sistem persenjataan, sehingga urutan prioritas produksi dan pengiriman masih belum jelas bagi Taiwan.
(bbn)
































