Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sanny Iskandar mengatakan, hal itu juga turut memberikan implikasi terhadap perencanaan keuangan perusahaan.
"Dengan berlarut-larutnya waktu penetapan formula upah di November oleh pemerintah, ini tentu menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa kemarin.
Dia menyoroti seringnya perbedaan pandangan antara pemerintah, pelaku usaha dan buruh soal indikator penerapan UMP. Salah satunya berkaitan dengan penentuan alfa alias indeks tertentu dan ketimpangan pertumbuhan antarsektor industri.
Ia memberi contoh, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara yang berkisar 32% per kuartal kedua 2025, yang didorong oleh tambang nikel. Namun, industri lainnya tidak seperti itu, bahkan ada yang minus pertumbuhannya.
"Tentu memberikan dampak, termasuk relokasi. Relokasi ini masih di daerah Indonesia masih bisa, namun relokasinya terus berlangsung seperti tahun sebelumnya [luar negeri] tentunya potensi investasi kita makin besar," tutur dia.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan rencana aturan penetapan UMP hingga saat ini masih difinalisasi. Padahal, pemerintah sebelumnya memastikan akan diumumkan pada 21 November lalu.
"Rumusan draf kita sampai sekarang tidak mengarah kepada [kenaikan UMP] satu angka. Draft, ya, saya tidak mengatakan final. Kalau final itu adalah dokumen yang ditandatangani oleh bapak presiden," kata Yassierli dalam konferensi pers, belum lama ini.
(ain)

































