Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, jumlah perusahaan, berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 24 produsen logam dasar terdiri dari 562 perusahaan, lalu KBLI 25 produsen barang logam, bukan mesin, dan peralatannya sebanyak 1.592 perusahaan.
Mesin Sudah Tua
Selain persoalan banjir impor, Faisol juga menyebut industri baja dalam negeri juga mengalami tantangan teknologi dalam memproduksi baja yakni kualitas mesin produksi yang sudah tua. Kondisi tersebut juga menyebabkan baja nasional tidak dapat berdaya saing.
“Sebagian besar mesin dan teknologi yang digunakan sudah berumur tua dan belum sepenuhnya ramah lingkungan. Kondisi ini memengaruhi kualitas dan biaya produksi sehingga menjadi hambatan dalam upaya menuju industri baja yang punya daya saing, berkelanjutan, dan berstandar global," jelasnya.
Kemenperin mencatat produksi baja Indonesia menempati peringkat 14 dunia pada 2024 sebesar 18 juta ton, naik 110% dari 2019. Sementara, total produksi baja pasar dunia pada 2024 sebagai informasi sebesar 1,084 miliar ton. China merupakan produsen terbesar dengan produksi baja kasar sebesar 1,005 miliar ton atau 53,3% produksi dunia.
"Kemudian disusul India sebesar 149,4 juta ton atau sekitar 7,9% produk dunia. Industri baja nasional saat ini menunjukkan tingkat rata-rata utilisasi sebesar 52,70%," imbuhnya.
Tak hanya itu, Faisol menyebut masalah industri baja tidak hanya terjadi di Tanah Air lantaran industri baja dunia juga tengah melambat karena sektor properti sebagai salah satu off taker industri baja di dunia turun.
“Memang masalah baja bukan hanya masalah kita, tapi di seluruh dunia sedang turun. Nah, ini berlomba-lomba agar produk baja ini bisa masuk ke negara-negara yang memungkinkan mereka masuk karena lemahnya pengawasan, karena lemahnya aturan, karena lemahnya pengawasan langsung di border maupun di pasar,” tuturnya.
“Kita saat ini akan memperbaiki supaya industri baja yang sekarang sedang berusaha meningkatkan utilisasi ini tidak terganggu.”
Upaya Pemerintah
Di sisi lain, Faisol menyebut pemerintah telah mengupayakan berbagai instrumen kebijakan untuk memperbaiki kondisi tersebut antara lain dengan mewajibkan penggunaan produk dalam negeri seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) dan larangan pembatasan (lartas) yang bertujuan meningkatkan penggunaan produk baja dalam negeri.
Selain itu, pemerintah juga akan mengupayakan hilirisasi baja nasional dengan memberikan dukungan agar produk-produk baja nasional dapat dikonsumsi oleh industri yang lebih luas.
“Seperti industri perkapalan, otomotif, militer, konstruksi khususnya proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah seperti pembangunan jalan tol, giant sea wall, program 3 juta rumah, dan seterusnya,” katanya.
(ell)





























