Harga emas belum bisa banyak bergerak karena investor menunggu sinyal seputar arah kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS). Namun penutupan sementara (shutdown) pemerintahan di Negeri Adidaya membuat sejumlah rilis data ekonomi tidak bisa dilakukan.
Akhir pekan ini, semestinya ada rilis data kondisi ketenagakerjaan. Data penciptaan lapangan kerja non-pertanian (non-farm payroll) dan tingkat pengangguran biasanya menjadi catatan penting yang menjadi sentimen penggerak pasar.
Namun karena pemerintahan Presiden Donald Trump masih shutdown, maka sepertinya tidak akan ada rilis data ketenagakerjaan. Pasar harus bermanuver, mencari petunjuk di tempat lain.
Salah satu data yang kini menjadi andalan adalah laporan dari Challenger, Gray & Christmas Inc. Laporan tersebut mengungkapkan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada Oktober tahun ini menjadi yang tertinggi pada Oktober selama 22 tahun terakhir.
Pada Oktober 2025, angka PHK mencapai 153.074. Melonjak hampir tiga kali lipat dibandingkan Oktober tahun lalu.
Dari data ini, investor sedang mencerna seputar kemungkinan penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral AS Federal Reserve. Kemungkinannya masih cukup tinggi.
Mengutip CME FedWatch, peluang penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,5-3,75% pada Desember adalah 70,5%. Lebih tinggi dibandingkan kemarin dengan kemungkinan 62%.
Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas menjadi lebih menguntungkan saat suku bunga rendah.
(aji)






























