Mamdani menonjol dalam pemilihan pendahuluan bulan Juni berkat karisma, keahlian memanfaatkan media sosial, dan pesan kampanye yang menyoroti krisis keterjangkauan hidup di New York. Strategi ini oleh sejumlah pengamat politik dianggap sebagai model yang layak ditiru oleh Partai Demokrat secara nasional.
Ia berjanji membekukan kenaikan sewa bagi lebih dari satu juta unit apartemen berstatus stabilisasi sewa, serta menyediakan transportasi bus gratis dan layanan penitipan anak universal yang didanai melalui pajak baru bagi korporasi dan kelompok berpenghasilan tinggi. Saat ini, rata-rata harga sewa di kota tersebut telah melonjak hingga sekitar 3.400 dolar AS per bulan, sementara tingkat kekosongan hunian hanya mencapai 1,4%, terendah sepanjang sejarah.
Selain itu, Mamdani juga berencana mengakhiri kendali wali kota atas sistem sekolah umum, membentuk unit khusus di Kepolisian New York (NYPD) untuk menangani laporan terkait krisis kesehatan mental, dan mendirikan lima toko kelontong milik pemerintah kota untuk menyediakan bahan makanan terjangkau di tengah inflasi yang masih tinggi.
Namun, pengalaman politiknya yang terbatas—hanya mensponsori beberapa rancangan undang-undang (RUU) selama tiga masa jabatan di Majelis Negara Bagian—membuat para pemimpin bisnis, kelompok properti, dan donor kaya merasa khawatir. Mereka pun mengucurkan dana besar melalui komite aksi politik (PAC) untuk mendukung Cuomo. (Mantan wali kota Michael R. Bloomberg, pendiri dan pemilik mayoritas Bloomberg LP, juga tercatat memberikan sumbangan kepada PAC pro-Cuomo).
Meski begitu, Mamdani berhasil membangun gerakan akar rumput yang kuat dengan ribuan relawan dan dukungan dari donatur kecil individu. Kampanyenya memanfaatkan program pendanaan publik kota yang menggandakan setiap US$1 donasi menjadi US$8, hingga maksimum US$250 per penyumbang.
Tim kampanye Mamdani juga berhasil memobilisasi pemilih muda dalam jumlah besar dan menarik dukungan dari komunitas Asia yang kini mencakup hampir 16% populasi kota, meningkat pesat dalam dua dekade terakhir.
Salah satu tantangan pertama yang akan ia hadapi adalah hubungan dengan Gedung Putih. Donald Trump berulang kali menyerangnya, menyebut Mamdani sebagai “komunis gila” dan mengancam akan menahan aliran dana federal untuk New York.
“Keyakinan saya kuat bahwa Kota New York akan menjadi bencana ekonomi dan sosial total jika Mamdani menang,” tulis Trump di Truth Social. “Saya tidak ingin membuang uang baik untuk hal buruk.”
Sesaat setelah hasil pemilu diumumkan, Ketua DPR AS Mike Johnson menyebut kemenangan Mamdani sebagai “bukti transformasi Partai Demokrat menjadi partai sosialis besar dan radikal.”
Namun di sisi lain, kaum moderat Demokrat justru menang di negara bagian lain: Abigail Spanberger, mantan agen CIA, memenangkan pemilihan gubernur Virginia dengan mudah, sementara Mikie Sherrill, veteran Angkatan Laut dan mantan jaksa, menang di New Jersey.
Dua Visi yang Berbeda
Dalam kampanye yang kerap mencerminkan perpecahan internal Partai Demokrat secara nasional, Mamdani dan Cuomo menawarkan visi yang sangat kontras dalam isu pajak dan keamanan publik.
Pemilihan ini juga mencerminkan sikap masyarakat New York terhadap konflik di Timur Tengah, dengan Cuomo menyatakan dukungan terhadap Israel, sementara Mamdani mengkritik operasi militer negara tersebut di Gaza dan Iran, serta menyerukan perlindungan bagi hak-hak rakyat Palestina.
Cuomo, dengan pengalaman panjangnya di pemerintahan, menampilkan diri sebagai sosok moderasi dan kompetensi, berjanji mengatasi berbagai persoalan kota seperti kejahatan di sistem transportasi bawah tanah dan krisis keterjangkauan hidup. Ia menonjolkan capaian semasa menjabat gubernur, termasuk renovasi Bandara LaGuardia dan pembangunan jalur kereta bawah tanah Second Avenue.
Mamdani sendiri lahir di Uganda dari pasangan Mira Nair, sutradara film nominasi Oscar, dan Mahmood Mamdani, profesor di Columbia University yang dikenal sebagai pakar kolonialisme. Ia pindah ke New York pada usia tujuh tahun, menempuh pendidikan di Bronx High School of Science dan Bowdoin College, sebelum bekerja di berbagai bidang—mulai dari rapper, asisten produksi film, hingga konselor pencegahan penyitaan rumah di lembaga nirlaba Chhaya—sebelum akhirnya terjun ke dunia politik.
Ia menjadi warga negara AS pada 2018 dan terpilih ke Majelis Negara Bagian New York pada 2020, mewakili wilayah barat Queens.
Sementara itu, Curtis Sliwa menuduh Cuomo terlibat dalam upaya untuk memaksanya mundur dari pemilihan agar suara anti-Mamdani bisa bersatu. Dalam pidato emosional pada malam pemilihan, Sliwa mengklaim sempat ditawari “suap hingga US$10 juta” untuk mundur.
“Beberapa orang paling berkuasa di dunia berusaha membungkam kami,” katanya.
Cuomo membantah tudingan tersebut, menyebut tuduhan itu tidak benar dan ilegal.
(bbn)

































