Mentan menegaskan, intervensi dan penindakan ini dilakukan untuk menjaga kepentingan 286 juta jiwa konsumen dan 115 juta jiwa keluarga petani. Ia juga mengingatkan agar para pebisnis besar tidak mencari keuntungan dari komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Ini yang diberesin oleh satgas pangan," pungkas Amran, menekankan fokus pemerintah saat ini adalah menstabilkan harga komoditas strategis.
Penerapan DMO Biodiesel
Sebelumnya, Pakar energi dari Universitas Padjajaran Yayan Satyakti memprediksi harga minyak goreng bisa terkerek naik hingga 14% akibat penerapan mandatori biodiesel B50 pada tahun depan.
Alasannya, pasokan minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO)—sebagai bahan baku baik biodiesel maupun minyak goreng — Indonesia masih belum memadai untuk menjembatani peningkatan kebutuhan sektor energi dan pangan.
Dia mengalkulasi dari setiap kenaikkan kebutuhan CPO untuk sektor energi sebesar 1%, harga CPO untuk sektor pangan akan mengalami kenaikan sekitar 0,2%—0,5%.
Dengan kebutuhan biodiesel untuk B50 ditaksir mencapai 19—20 juta kiloliter (kl) atau naik sekitar 4 juta kl dari total produksi untuk B40 sebesar 15,6 juta kl, maka harga CPO untuk sektor pangan berpotensi naik sekitar 5,6%—14%.
“Nah, kalau misalkan hasil perhitungan saya, ketika misalkan 1% itu naik kebutuhan terhadap energi, maka itu bisa sampai 0,2% sampai 0,5% [kenaikannya di sektor pangan]. Jadi, memiliki hubungan yang sangat signifikan terhadap perubahan harga yang diakibatkan adanya kompetisi antara energy versus food, khususnya untuk sawit,” kata Yayan ketika dihubungi, Senin (13/10/2025).
Lebih jauh, Yayan juga khawatir perebutan pasokan CPO untuk sektor energi dan pangan tersebut dapat membuat kelangkaan pasokan minyak goreng di tanah air.
“Nah, jadi di sini tidak semudah itu, sehingga harus diperhitungkan, karena kita juga tidak ingin misalkan seperti terjadi pada beberapa tahun yang lalu ya, ketika terjadi krisis minyak goreng,” ujar Yayan.
(ell)






























