Saat ini, pelaku usaha masih menantikan revisi Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Dalam implementasi PLTSa, pemerintah memastikan akan mengadopsi teknologi incineration atau direct combustion pada proyek PLTSa nantinya.
Teknologi itu dianggap lebih efektif untuk membakar sampah yang kemudian bakal menjadi energi panas ketimbang teknologi sebelumnya gasifier.
Adapun, teknologi yang disebut terakhir itu diterapkan pada PLTSa Benowo di Surabaya dan PLTSa Putri Cempo di Surakarta. Menurut keterangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, teknologi gasifier terbilang sensitif terhadap jenis sampah.
Sampah yang diterima padahal relatif heterogen, sehingga realisasi capacity factor atau rasio listrik yang dihasilkan relatif rendah pada dua PLTSa tersebut di kisaran 4%—44%.
Sementara itu, teknologi incineration relatif mampu menerima hampir semua jenis sampah, dengan ketahanan yang lebih stabil.
Bloomberg Technoz merangkum sejumlah keterangan terkini ihwal proyek PLTSa serta teknologi incineration yang belakangan dipilih pemerintah.
Apa itu PLTSa?
Mengutip laman National Environment Agency (NEA), PLTSa merupakan pembangkit listrik yang menggunakan sampah perkotaan sebagai bahan bakar.
Panas yang dihasilkan dari proses pembakaran dimanfaatkan untuk menghasilkan uap panas di dalam boiler, yang kemudian digunakan untuk menggerakkan pembangkit turbo untuk menghasilkan listrik.
Biasanya, sampah akan ditimbang sebelum masuk ke dalam bunker di jembatan timbang. Proses penimbangan ini memungkinkan pengelola PLTSa memantau jumlah sampah yang dipasok sebagai bahan bakar.
Untuk mencegah bau menyebar ke lingkungan sekitar, udara di dalam bunker sampah dijaga bertekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer.
Lewat bahan presentasi PLN yang dilihat Bloomberg Technoz, minimal volume sampah yang mesti dipasok pemerintah daerah ke PLTSa sebesar 1.000 ton per hari sampai 2.000 ton per hari.
Sebagai gambaran, PLTSa yang dikembangkan konsorsium Sumitomo Corporation, PT Energia Prima Nusantara (EPN), afiliasi PT United Tractor (UNTR) dan Hitachi Zosen Corporation bakal mengolah minimal 2.131 ton sampah per hari untuk menghasilkan listrik berkapasitas 40,79 megawatt (MW).
Adapun, sebagian besar PLTSa saat ini mengadopsi teknologi incineration menggunakan suhu antara 850 hingga 1.000 derajat celsius untuk membakar sampah. Biasanya, incinerator dilapisi bahan tahan api atau refractory material untuk menahan panas ekstrem dan korosi.
Setelah proses pembakaran, tumpukan sampah berkurang menjadi abu dengan volume tersisa sekitar 10% dari pasokan awalnya.
Sementara itu, PLTSa dengan teknologi terkini telah memiliki sistem penyaringan gas buang yang mumpuni, terdiri dari electrostatic precipitator, penambahan bubuk kapur dan penyaring kantong katalis.
Sistem penyaringan itu dapat menghilangkan debu dan polutan dari gas buang sebelum dilepaskan ke atmosfer lewat cerobong setinggi 100—150 meter.
Di sisi lain, logam besi bekas yang terkandung dalam abu dapat dipisahkan untuk didaur ulang. Adapun, abu sisa pembakaran akan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Teknologi Incineration
Belakangan, PLN mendorong adopsi teknologi incinerator pada proses pembakaran sampah menjadi listrik. PLN beralasan teknologi itu mampu membakar hampir semua jenis sampah, dengan ketahanan yang lebih stabil dibandingkan dengan teknologi gasifier.
Teknologi incineration telah diadopsi pada 2.800 PLTSa di seluruh dunia dengan total kapasitas pengolahan sampah mencapai 575 juta ton per tahun.
Lewat incinerator, sampah bakal dibakar langsung yang kemudian menghasilkan energi panas untuk listrik. Sementara itu pada teknologi gasifier, sampah mesti dikonversi dahulu menjadi syngas pada temperatur dan jumlah oksigen tertentu.
Selain itu, gasifier memerlukan sampah pilihan dengan keadaan yang relatif kering dan tinggi oksigen agar pembakaran sempurna. Situasi itu membuat teknologi gasifier cenderung tidak efektif dengan rasio setrum yang rendah.
Malahan, sejumlah negara telah menutup PLTSa berbasis gasifikasi itu lantaran dianggap tidak optimal dalam pemusnahan sampah.
Dalam bahan presentasi yang dilihat Bloomberg Technoz, PLN mewajibkan seluruh pengembang untuk mengadopsi teknologi incineration atau direct combustion pada rencana proyek PLTSa selepas revisi Perpres sampah rampung.
(naw/wdh)

































