Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk mengalihkan kas negara senilai total Rp200 triliun yang selama ini disimpan di Bank Indonesia kepada sejumlah Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan terdapat potensi tindak pidana korupsi. Hal ini merujuk, kata dia, pada kasus korupsi yang terjadi di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda).
"Tentunya ada potensi-potensi tindak pidana korupsi seperti yang terjadi di BPR Bank Jepara Artha. Kreditnya kemudian macet karena memang ini kreditnya kredit fiktif," ujar Asep dalam konferensi pers, Kamis (18/9/2025).
Dia mengatakan, pelaksanaan kebijakan penempatan kas negara Rp200 triliun di Himbara akan menjadi tantangan bagi KPK untuk melakukan pengawasan atau monitoring. Di satu sisi, kata dia, kebijakan tersebut memiliki tujuan positif yaitu menggerakan perekonomian melalui penyaluran kredit.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi penyaluran kredit oleh lima bank milik negara dari likuiditas milik kas negara sebesar Rp200 triliun per 9 Oktober 2025.
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sudah menyalurkan 74% dari total Rp55 triliun. Selanjutnya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) telah menyalurkan 62% dari total Rp55 triliun; PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) telah menyalurkan 50% dari total Rp55 triliun.
“PT Bank Tabungan Negara Tbk [BBTN] salurkan 19% dari total Rp25 triliun dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk [BRIS] 55% dari total Rp10 triliun,” ujarnya.
(lav)


































