"Seharusnya, misalnya utilisasinya naik sekian persen, tapi karena masih ada rokok ilegal yang beredar, jadi nggak naik segitu. Mungkin naiknya jadi lebih sedikit.” pungkasnya.
Indeks Keyakinan Industri (IKI) pada bulan September 2025 tecatat sebesar 53,02 atau mencatatkan penurunan sebesar 0,53 poin dibandingkan dengan bulan Agustus 2025 yang sebesar 53,55. Meski demikian, kementerian perindustrian menyebut bahwa IKI September masih berada pada zona ekspansif.
Febri bilang, salah satu variabel IKI, yakni variabel produksi masih mengalami kontraksi namun indeksinya meningkat sebesar 5,01 poin atau mencapai 49,85, mendekati nilai ekspansif.
Peningkatan variabel ini terutama didorong terutama oleh pengolahan tembakau, kulit barang dari kulit alas kaki, kayu, barang dari kayu, gabus, bahan kimia, barang kimia dari bahan kimia, subsektor industri farmasi, produk obat kimia, obat tradisional, perusahaan bermotor, trailer, semi-trailer, alat angkut lainnya, furniture.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa tarif cukai hasil tembakau (CHT) termasuk rokok tidak akan mengalami kenaikan pada 2026. Hal itu disampaikannya setelah bertemu dengan para pengusaha rokok nasional.
Dia mengatakan bahwa dia telah mendengar masukkan dari para anggota Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) seperti Wismilak, Djarum, Gudang Garam dkk.
“Masukannya nggak menguntungkan satu atau merugikan yang lain. Tapi satu hal yang saya adopsikan dengan mereka, apakah saya perlu merubah tarif cukainya tahun 2006? Lalu mereka bilang asal nggak diubah itu sudah cukup. Ya sudah saya tidak akan ubah,” katanya, Jumat (26/9/2025)
Dia mengatakan, awalnya dirinya sempat berpikir untuk menurunkan tarif cukai rokok pada 2026. Namun, para petinggi perusahaan rokok menyebut bahwa tarif yang diterapkan saat ini sudah cukup.
“Jadi tahun 2006, tarif cukai rokok tidak kita naikkan,” sebutnya.
(ell)
































