"Terkait dengan ide menarik dolar AS [valas] dari luar, sebenarnya justru kontraproduktif, investor justru bertanya-tanya ada apa dengan ekonomi Indonesia. Pemerintah kurang memperhatikan sensitivitas informasi yang disampaikan ke publik, risikonya-seolah tidak dipertimbangkan," sambungnya.
Adapun mengenai pasokan dolar AS, Wijayanto menegaskan cadangan devisa Indonesia masih relatif tinggi. Menurutnya, yang dibutuhkan justru aliran dolar AS ke dalam negeri yang menciptakan permintaan terhadap rupiah, sehingga bisa memperkuat nilai tukar.
Di sisi lain, ia menyoroti dampak kebijakan ini terhadap industri perbankan. Menurutnya, bank akan terbebani oleh biaya operasional yang tinggi akibat bunga valas besar dan potensi terjadinya ketidaksesuaian mata uang.
"Sesungguhnya mereka tidak membutuhkan dolar AS, tetapi didorong untuk menarik dolar AS dengan insentif berupa bunga tinggi," ungkapnya.
Wijayanto juga mengkritisi fakta bunga deposito valas Himbara kini lebih tinggi dibandingkan tingkat bunga penjaminan simpanan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang sebesar 2%.
"Ini juga counterintuitive. Tidak masuk akal, membuat investor semakin bertanya-tanya," pungkasnya.
Pada kesempatan sebelumnya, Head of Online Trading BCA Sekuritas Achmad Yaki menilai kebijakan ini bisa memiliki dua sisi. Di satu sisi, kenaikan bunga deposito valas dapat membantu menjaga stabilitas rupiah sekaligus mendukung pembiayaan perbankan.
"Di sisi lain, bisa menyebabkan perpindahan dana dari rupiah ke valas, dan meningkatkan cost of fund [beban biaya bunga] Perbankan yang berisiko bisa menekan marjin perbankan," kata Ahmad Yaki kepada Bloomberg Technoz, Kamis (25/9/2025).
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan, kebijakan ini akan diwujudkan melalui pemberian insentif. Kebijakan ini dinilai Purbaya penting agar cadangan devisa tetap kuat dan pasokan valas di perbankan nasional semakin memadai untuk mendukung pembiayaan proyek hilirisasi.
Sebab, menurut dia, selama ini masyarakat banyak membawa dolar AS milik mereka ke luar negeri. Ke depan upaya pemerintah, lanjut dia, adalah mendorong kembalinya dolar AS disimpan melalui perbankan domestik.
"Ini betul-betul market-based, bukan memaksa. Akan ada insentif sehingga orang Indonesia lebih suka naruh uang dolar di sini dibanding di luar. Jadi mereka tidak usah capek-capek kirim dolarnya ke luar," kata Purbaya usai rapat koordinasi, dikutip Sabtu (20/9/2025).
"Kalau kita bisa jaga supaya dolar (AS) tetap di sini, cadangan devisa akan lebih besar dan perbankan punya suplai dolar lebih banyak. Itu menguntungkan industri keuangan dan mendukung pembiayaan proyek-proyek strategis," jelasnya.
Meski mengatakan bahwa rencana tersebut masih dimatangkan, tetapi Purbaya optimistis bisa diluncurkan dalam waktu sekitar satu bulan ke depan.
(prc/yan)































