Kesepakatan Tarif
Lebih lanjut, Fahmy menuding kebijakan pembelian BBM dari Pertamina oleh perusahaan SPBU swasta sengaja didorong oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia agar impor BBM yang dilakukan oleh Indonesia berasal dari Amerika Serikat (AS).
Dia menduga, jika hanya Pertamina yang mengimpor BBM dari AS, target pemenuhan pembelian komoditas migas dari AS dalam rangka kesepakatan negosiasi tarif resiprokal dengan pemerintahan Presiden Donald Trump akan sulit dipenuhi.
“Kemudian, SPBU swasta dipaksa gitu ya untuk membeli, atau pembelian Pertamina tadi tidak hanya untuk Pertamina, tetapi sekaligus untuk SPBU swasta. Dengan demikian, itu memenuhi target yang ditetapkan oleh Trump. Karena Indonesia memperoleh tarif 19%, jadi ada tujuan lain,” Fahmy menduga.
Fahmy juga meyakini Pertamina mampu melakukan impor BBM dari AS dan tiba di Tanah Air dalam waktu lebih cepat, mengingat Pertamina sudah sangat berpengalaman melakukan ekspor-impor komoditas migas.
Akan tetapi, jika dugaan tersebut benar, maka Fahmy memprediksi ongkos logistik yang dikeluarkan oleh Pertamina akan membengkak.
“Maka tadi saya katakan, biayanya lebih mahal, kalaupun Pertamina tidak secara spesifik mengambil keuntungan, padahal itu menutup operational cost tadi, jadi pasti harganya lebih mahal,” tegasnya.
Adapun, PT Pertamina Patra Niaga (PPN) mengumumkan kargo base fuel atau bensin mentah yang akan dipasok ke operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta dipastikan tiba di Jakarta pada Rabu (24/9/2025).
Di sisi lain, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia baru mengumumkan perusahaan SPBU swasta sepakat membeli BBM dari Pertamina pada Jumat (19/9/2025). Dia menyatakan Pertamina bakal melakukan impor untuk menambal kebutuhan bahan bakar minyak jaringan SPBU swasta yang telah kosong sejak bulan lalu.
BBM yang diimpor tersebut, kata Bahlil, akan berbasis base fuel atau BBM murni tanpa tambahan aditif maupun pewarna. Dalam kaitan itu, formula aditif akan ditambahkan sendiri oleh masing-masing perusahaan.
"Mereka setuju untuk kolaborasi dengan Pertamina, syaratnya adalah harus berbasis base fuel, artinya belum bercampur-campur. Jadi produknya saja nanti dicampur di masing-masing, tangki di SPBU masing-masing," kata Bahlil, Jumat (19/9/2025) sore.
Menurut Bahlil, sumber BBM yang akan diimpor Pertamina tidak penting berasal dari mana. Hal yang terpenting, kata Bahlil, adalah bahwa BBM tersebut akan tersedia dalam waktu tujuh hari di SPBU swasta.
“Jangan tanya dari mana, yang penting 7 hari barang sudah kembali ke Indonesia,” ucap Bahlil.
Adapun, PT Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter (kl) untuk 2025. Volume tersebut diklaim cukup untuk memenuhi tambahan alokasi bagi SPBU swasta sebanyak 571.748 kl hingga Desember 2025.
Terpisah, Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri menyatakan perseroan tidak mencari keuntungan ketika memasok BBM ke SPBU swasta. Terlebih, kata Simon, hal tersebut bagian dari tugas menjaga ketahanan energi.
“Kita sudah minta untuk tadi saya juga sudah sampaikan terbuka ke semua, untuk dilakukan mekanisme open book supaya bersama-sama gitu,” jelas Simon akhir pekan lalu.
“Jadi kita melihat cost-cost [berbagai biaya] apa yang muncul, kemudian diatur mekanisme secara business-to-business. [Hal] yang pasti jangan sampai membebankan dan nanti harga ke konsumen jadi lebih tinggi kan. Jadi kita harapkan harga ke konsumen tidak berubah.”
Sekadar catatan, Indonesia diganjar tarif sebesar 19%, lebih rendah dari sebelum pemerintah berunding dengan AS, yakni sebesar 32%.
Salah satu kesepakatan yang diteken RI-AS yakni kebijakan impor gas minyak cair atau liquified petroleum gas (LPG), hingga BBM jenis bensin senilai total US$15 miliar.
(azr/wdh)
































