“Kalau dari sisi kebijakan pemerintah itu sudah keluar, itu kan dari sisi supply. Dari sisi demand-nya bagaimana? Kalau sisi demand-nya tidak ada maka artinya kebijakan itu belum bisa dinilai secara optimal,” jelasnya.
Reliance menyoroti bahwa sektor perbankan menjadi ujung tombak transmisi kebijakan suku bunga. Bila bank masih berhati-hati menurunkan bunga kredit, maka laju pertumbuhan pembiayaan tidak akan langsung meningkat. Kondisi ini dapat menahan laju pemulihan di sektor riil meskipun ada stimulus moneter.
Pada bagian lain, sektor konsumer dan ritel diperkirakan tetap mendapatkan dorongan tambahan dari kebijakan ini, seiring fokus pemerintah mendorong daya beli masyarakat. “Sektor konsumer dan sektor ritel kan gitu. Karena memang fokus dari pemerintah adalah bagaimana untuk meningkatkan daya beli masyarakat,” kata Reza.
Reliance memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang sempat menembus level psikologis 8.000, berpotensi mengalami konsolidasi jangka pendek ke kisaran 7.800 hingga 7.900 yang merupakan koreksi sehat karena pasar akan melakukan profit taking.
Meski demikian, target jangka menengah masih terbuka menuju 8.200, terutama bila penurunan suku bunga benar-benar diterjemahkan ke peningkatan kredit dan konsumsi domestik.
Secara keseluruhan, lanjut Reza, pasar masih akan mencermati dua faktor utama yaitu seberapa cepat perbankan menyalurkan kredit berbunga rendah dan sejauh mana permintaan kredit dari pelaku usaha maupun konsumen tumbuh.
Tanpa kedua hal yang telah disebutkan penurunan suku bunga hanya akan berakhir sebagai katalis psikologis semata, bukan pendorong fundamental.
Hingga sesi I IHSG ditutup melemah 0,06%, setelah dalam dua hari terakhir mencatatkan kenaikan. Pada jeda perdagangan terakhir IHSG ditutup di 8.003,38. Posisi terendah IHSG hari ini ada di 7.983,35 sedang tertinggi sempat di 8.036,5.
(rtd/wep)
































