Penghasilan Tidak Kena pajak atau PTKP merupakan pengurangan terhadap penghasilan neto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak (WP) dalam negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan (PPh) yang harus dibayar.
Ketentuan ini juga tertuang dan diamanatkan langsung dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. PTKP digunakan sebagai pengurang penghasilan bruto untuk mendapatkan jumlah penghasilan neto yang nantikan akan dikenakan PPh 21.
Besaran PTKP setiap tahunnya dapat berubah-ubah tergantung dari kebijakan yang dibuat pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101 Tahun 2016 yang masih berlaku hingga saat ini.
Dalam beleid itu, besaran PTKP untuk WP Orang Pribadi dengan status tidak kawin dan tanpa tanggungan masih sebesar Rp54.000.000 per tahun atau sebesar Rp4.500.000 per bulan. Jika WP memiliki penghasilan lebih dari Rp4.500.000 sebulan, maka WP masih wajib membayar PPh 21 karena penghasilan tahunannya melebihi ambang batas PTKP.
Jika WP yang penghasilannya kurang dari nilai tersebut, PPh 21-nya bernilai nihil, namun WP tetap wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) PPh. Dalam konteks ini, kelompok buruh meminta pemerintah untuk menaikkan PTKP menjadi sebesar Rp7,5 juta.
Tarif PTKP sendiri juga memperhitungkan kondisi masing-masing WP yang telah berkeluarga dengan angka yang bervariasi. Secara terperinci, bisa di simak dalam UU 36/2008 dan juga PMK Nomor 101/2016.
Pajak Pesangon
Untuk pajak pesangon, pemerintah juga pengenaan pajaknya. Ini juga diamanatkan oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).b gto,bmn
Dalam beleid itu, Pesangon masuk dalam kategori penghasilan dan dikenakan pajak, yang turut dipotong berdasarkan PPh Pasal 21 (PPh 21). Pesangon menjadi kewajiban perusahaan terhadap karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pajak Pesangon dirincikan dalam PMK 16.2010. Jika penghasilan bruto pegawai hingga Rp50 juta, maka dikenakan tarif 05 atau bebas. Jika penghasilan bruto di atas Rp50 — Rp100 juta, maka terkena pajak 5%.
Kemudian, jika penghasilan bruto di atas Rp100 — Rp500 juta, maka terkena pajak 15%. Kemudian, pajak dikenakan hingga 25% jika penghasilan bruto mencapai diatas Rp500 juta.
Perlu digarisbawahi, komponen pesangon biasanya berbeda-beda dari setiap perusahaan. Berdasarkan PP 35/2021, pesangon diberikan dalam bentuk uang pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak. Besarnya tergantung pada masa kerja karyawan dan alasan PHK yang terjadi.
Pajak THR
Karyawan Indonesia juga terkena pajak THR. Ini juga diamanatkan oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Pajak THR dihitung berdasarkan total penghasilan bruto THR karyawan. Kemudian hitung penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Sesuaikan dengan status pernikahan dan tanggungan.
Kurangi biaya jabatan. Biaya jabatan maksimal adalah 5% dari penghasilan bruto atau Rp6 juta per tahun.
Lalu, hitung penghasilan kena pajak (PKP). Total penghasilan bruto dikurangi PTKP dan biaya jabatan. Terapkan tarif progresif PPh 21. Gunakan tarif progresif untuk menghitung pajak berdasarkan lapisan Penghasilan Kena Pajak.
Pajak JHT
Selain itu, saat ini pemerintah juga memang menerapkan pengenaan pajak bagi dana JHT karyawan. JHT sendiri merupakan program perlindungan sosial yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan atau yang dikenal sebagai BPJamsostek (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan).
JHT nantinya dapat dicairkan oleh karyawan atau peserta ketika memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total.
Pencairan JHT tersebut juga tetap dikenakan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21, sebagaimana diatur dalam PP No. 68 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.03/2010.
Besaran pajak yang dikenakan bersifat progresif dan final serta dihitung berdasarkan total dana yang dicairkan serta masa kepesertaan. Jika masa kepesertaan kurang dari 10 tahun, pajak tarif pajak dihitung berdasarkan Pasal 17 UU PPh (dari total akumulasi saldo JHT). Sementara, jika masa kepesertaan lebih dari 10 tahun, maka dikenakan tarif pajak final sebesar 5%.
(lav)






























