Logo Bloomberg Technoz

Pada 2023, pemerintah kembali mencatat pertumbuhan menjadi Rp6,76 triliun, dan kembali naik jadi Rp8,44 triliun pada 2024. Meski turun, pada 2025 juga masih berkontribusi mencapai Rp5,72 triliun.

Sementara itu, untuk kripto dari total Rp1,55 triliun; berasal dari akumulasi penerimaan sejak diberlakukan pada pertama kali pada 2022 senilai Rp246,4 miliar, lalu Rp220,83 miliar pada 2023, dan Rp620,4 miliar pada penerimaan 2024, serta sebesar Rp462,67 miliar di 2025.

Penerimaan pajak kripto terdiri dari: Rp730,41 miliar penerimaan PPh Pasal 22 atas dan Rp819,94 miliar penerimaan PPN Dalam Negeri.

Lalu, pajak fintech yang sebesar Rp3,88 triliun itu perinciannya mencakup PPh Pasal 23 yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar Rp1,09 triliun, PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) sebesar Rp724,25 miliar, dan PPN Dalam Negeri atas setoran masa sebesar Rp2,06 triliun.

Ada juga pajak Sistem Informasi Pengaduan Pajak (SIPP) sebesar Rp3,53 triliun, yang berasal dari setoran PPh sebesar Rp239,21 miliar dan PPN sebesar Rp3,29 triliun.

Hingga Juli 2025, pemerintah telah menunjuk 223 perusahaan sebagai pemungut PPN PMSE, dengan 201 di antaranya aktif melakukan pemungutan dan penyetoran. Tiga perusahaan baru yang ditunjuk pada Juli antara lain Scalable Hosting Solutions OÜ, Express Technologies Limited, dan Finelo Limited.

"Kontribusi pajak dari sektor ekonomi digital menunjukkan tren positif, baik dari PPN PMSE, pajak kripto, pajak fintech, maupun pajak SIPP, sehingga tidak hanya memperkuat ruang fiskal, tetapi juga menciptakan level playing field antara pelaku usaha konvensional dan digital," ujar Rosmauli.

"Penerapan pajak digital ini bukanlah pajak baru, melainkan penyesuaian mekanisme pemungutan agar lebih praktis dan efisien bagi pelaku usaha."

(lav)

No more pages