Lesunya industri properti juga diperparah dengan kondisi daya beli masyarakat yang cenderung menurun. Pasalnya, perlambatan penjualan sudah menyasar kalangan menengah-atas yang biasanya melakukan pembelian properti untuk investasi.
Biasanya kalangan menengah-atas membeli properti untuk instrumen insvestasi, namun belakangan turun karena harga yang tidak menjanjikan.
Meski begitu, Bambang menuturkan, insentif PPN DTP yang diperpanjang pemerintah hingga akhit tahun dapat memberikan stimulus pada masyarakat untuk bisa membeli properti lagi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali menetapkan kebijakan insentif bebas PPN atas pembelian rumah tapak dan rumah susun sebesar 100%. Insentif berlaku sejak 1 Juli hingga 31 Desember 2025
Kepastian tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60 Tahun 2025 tentang Insentif Tambahan PPN atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025. Beleid ini ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 15 Agustus 2025 dan diundangkan pada 25 Agustus 2025.
Pemerintah menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh insentif bebas PPN. Insentif diberikan jika harga rumah maksimal sebesar Rp2 miliar. Jika harga rumah lebih dari nominal tersebut, maka yang diberikan PPN DTP maksimal nominal Rp2 miliar.
Selain itu, rumah susun dan tapak tersebut pertama kali harus diserahkan oleh pengusaha kena pajak (PKP) penjualan yang menyelenggaran pembangunan dan belum pernah dilakukan pemindahtanganan.
Pasal 5 ayat (1) juga mengamanatkan jika insentif hanya berlaku bagi 1 orang pribadi. Rumah tersebut juga harus memiliki kode identitas rumah dari aplikasi Kementerian/Lembaga yang menyelenggarakan urusan perumahan, seperti Kementerian PU, Kementerian PKP, dan BP Tapera.
(ell)































