Transformasi ini tidak hanya berupa perpindahan sistem, tetapi juga diklaim mencakup penguatan tata kelola dan penyederhanaan proses bisnis. Salah satunya, jumlah aktivitas perizinan dipangkas signifikan dari 1.554 menjadi 389 pada sektor Perasuransian, Penjaminan, Dana Pensiun (PPDP), Lembaga Pembiayaan, Modal Ventura, LKM, serta Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD).
Selain itu, OJK disebut menghadirkan sejumlah inovasi dalam SPRINT, antara lain pemanfaatan tanda tangan digital yang terhubung dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), penggunaan QR Code untuk validasi izin, layanan asistensi melalui Chatbot SPRINT dan SPRINT Corner, hingga tracking system dengan notifikasi di setiap tahapan proses perizinan.
Sistem ini juga dilengkapi sentralisasi database, fasilitas multi-user, serta kolaborasi data dengan kementerian dan lembaga untuk meminimalkan kesalahan input.
Implementasi SPRINT sekaligus menjadi langkah strategis OJK untuk mendukung pendelegasian wewenang ke kantor-kantor OJK di daerah sehingga pelayanan perizinan diharapkan lebih responsif dan merata di seluruh Indonesia.
"Ke depan, SPRINT akan terus dikembangkan sebagai platform perizinan satu pintu yang transparan, terukur, dan adaptif terhadap perkembangan teknologi serta kebutuhan industri," jelasnya.
Sebelumnya, layanan perizinan sektor perbankan serta pasar modal, keuangan derivatif, dan bursa karbon sudah lebih dulu terintegrasi ke dalam SPRINT. Pada awal 2026, layanan untuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) juga akan menyusul, memperkuat fondasi perizinan yang lebih inklusif dan modern.
OJK menegaskan, transformasi digital ini akan terus ditingkatkan untuk mewujudkan industri jasa keuangan yang sehat, transparan, adaptif, dan berdaya saing, sekaligus memberikan pelayanan perizinan yang lebih cepat, akuntabel, dan berintegritas.
(lav)

































