Sisa Pertambangan
Hendra menyebut potensi LTJ atau REE di Indoensia selama ini terlewatkan begitu saja lantaran tanah jarang masih dianggap sebagai produk yang ditemukan dari hasil sisa penambangan komoditas lain.
Tidak jarang, elemen tanah jarang dianggap sebagai ampas atau limbah dari penambangan mineral seperti timah. Belum lagi, Indonesia belum memahami cara mengolah tanah jarang.
“Baru beberapa tahun terakhir ini, [kita menyadari] ternyata ada potensi ini. Cuma untuk mengembalikan potensi itu, ini memang harus ke area [ditangani oleh] negara sih.”
Di sisi lain, selama ini banyak penambang yang menilai LTJ tidak memiliki nilai ekonomis lantaran belum memiliki teknologi pengembangannya.
Dalam kaitan itu, dia berharap pemerintah—melalui Badan Industri Mineral yang baru dibentuk — dapat mengubah stigma tersebut sehingga LTJ dapat diperlakukan sebagai mineral strategis yang penting bagi negara.
Tidak hanya itu, Hendra menyarankan pengembangan LTJ juga disokong dengan pendanaan khusus baik dari dalam negeri maupun dengan bantuan negara-negara lain.
“Saya kira kolaborasi di sini juga sudah mulai terlihat dari banyaknya negara yang sudah menetapkan minat untuk mengembangkan LTJ. Di Asean kan Malaysia juga punya, beberapa negara lain juga punya dan [ingin] masuk ke Indonesia.”
Dikuasai Negara
Terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan pengelolaan tanah jarang ke depannya hanya boleh dilakukan oleh negara, menyusul dibentuknya Badan Industri Mineral yang disahkan kemarin, Senin (25/8/2025).
Bahlil menyebut badan baru tersebut merupakan inisiatif Presiden Prabowo Subianto agar Indonesia bisa fokus pada penelitian industri mineral logam strategis demi menciptakan nilai tambah yang tinggi, tidak terkecuali LTJ yang saat ini memiliki valuasi tinggi.
“Ke depan kebijakan kami nanti dari hulunya, dari bahan bakunya, adalah untuk logam tanah jarang tidak kami izinkan dikelola umum, tetapi akan dikelola oleh negara. Ini akan ada tata kelola sendiri, kita tunggu saja aturannya,” ujarnya ditemui di Istana Kepresidenan, Senin (25/8/2025).
Adapun, produk akhir yang ditargetkan dalam pengelolaan LTJ di Indonesia masih dirancang oleh pemerintah. Hal itu pula yang menjadi salah satu tugas dari Badan Industri Mineral tersebut.
“Nanti Badan Industri Mineral ini yang akan lihat pohon industrinya seperti apa,” kata Bahlil.
Dia menegaskan peran Kementerian ESDM dalam pengelolaan LTJ akan terbatas pada penyiapan dan tata kelola bahan baku atau di tingkat hulunya saja.
Sementara itu, lanjutnya, ranah Badan Industri Mineral nantinya akan terfokus pada industri hilir mineral strategis.
Terpisah, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktiristek) Brian Yuliarto membeberkan tugas barunya sebagai Kepala Badan Industri Mineral, lembaga yang baru dibentuk Presiden Prabowo Subianto.
Brian, yang dilantik Presiden sebagai kepala badan tersebut kemarin pagi, mengatakan tugasnya barunya tersebut nantinya akan berhubungan dengan pengelolaan dan pengawasan LTJ untuk industri pertahanan, serta mineral radioaktif.
Adapun, pelantikannya tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 77/2025 tentang Penangkatan Kepala Badan Industri Mineral.
“Badan [Industri Mineral] ini nantinya mengelola industri mineral strategis yang terkait untuk industri pertahanan ya, karena material strategis ini cukup penting untuk kedaulatan bangsa, juga diharapkan bisa meningkatkan ekonomi kita,” ujarnya, ditemui usai dilantik di Istana Kepresidenan.
Dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-1 Tahun Sidang 2025/2026 dan Penyampaian RAPBN Tahun Anggaran 2026, Prabowo mengaku bersyukur Indonesia dianugerahi sumber daya alam yang melimpah khususnya LTJ. Menurutnya, LTJ merupakan mineral penting dan tidak semua negara memilikinya.
"Kita memiliki semua rare earth yang ada di dunia kita miliki dan rare earth ini vital untuk kehidupan teknologi tinggi, untuk kehidupan modern, dan juga untuk pertahanan modern," ucap Prabowo, Jumat (15/8/2025).
Kendati demikian, potensi LTJ ini masih belum termanfaatkan. Untuk itu, Prabowo ingin menciptakan sumber daya manusia yang unggul demi mengelola potensi mineral tersebut.
"Kita harus menciptakan sumber daya manusia yang unggul agar semua sumber daya alam kita bisa kita manfaatkan secepat-cepatnya," ungkapnya.
(wdh)





























