Sementara itu, penerimaan cukai dan bea masuk juga diproyeksikan naik, masing-masing 5,7% dan 13,2%.
Belanja negara ditetapkan Rp3.780,6 triliun atau naik 7,2% dari outlook 2025. Porsi belanja pemerintah pusat meningkat tajam 17,8%, sedangkan transfer ke daerah turun 25,5% menjadi Rp644,1 triliun yang tercatat terendah sejak 2016.
Alokasi terbesar diberikan pada program makan bergizi gratis (MBG) sebesar Rp334 triliun, hampir dua kali lipat dari tahun ini, dengan target penerima 82 juta orang.
“Meski masih di bawah estimasi awal Rp400 triliun, anggaran MBG 2026 menunjukkan efisiensi biaya implementasi,” tulis laporan itu.
Sektor lain juga mendapat porsi signifikan: pendidikan Rp757,8 triliun, kesehatan Rp244 triliun, serta ketahanan pangan Rp164,4 triliun.
Ruang Fiskal Makin Sehat
Beban bunga utang diperkirakan naik moderat 8,6% menjadi Rp599,4 triliun, atau 15,9% dari total belanja. Laporan menilai tren ini positif.
“Kenaikan bunga utang memang berlanjut, tetapi kecepatannya melambat. Hal ini membuka ruang fiskal lebih luas untuk belanja produktif,” sebut analis.
Dengan defisit lebih rendah, penerbitan obligasi pemerintah 2026 diperkirakan Rp1.241,8 triliun. Pemerintah juga menetapkan asumsi yield 10 tahun INDOGB di 6,9%, lebih tinggi dari proyeksi pasar 6,0%.
“Asumsi konservatif ini menjadi buffer fiskal: jika yield riil lebih rendah, biaya bunga bisa turun dan memberi ruang surplus,” kata riset itu.
Pasar obligasi domestik terus kebanjiran modal asing. Dalam sepekan, net buy asing mencapai Rp13,1 triliun sehingga total kepemilikan asing di SBN menembus Rp948 triliun.
Rupiah juga menguat 0,8% menjadi Rp16.160 per dolar AS, sejalan dengan turunnya risiko kredit Indonesia, yang tercermin dari penurunan CDS tenor 5 tahun ke 67 bps.
“Arus masuk modal asing yang konsisten memperlihatkan keyakinan investor terhadap prospek fiskal dan stabilitas makro Indonesia,” tulis laporan tersebut.
(rst)
































