"Saya kemarin tanya, mau menggiling, menjual takut salah kemasan, takut salah ngomong atau mencantumkan dalam labelnya," tambahnya.
Kemudian, Yeka juga telah mengundang sejumlah pelaku usaha untuk mengkonfirmasi temuan tersebut. Menurutnya, terdapat penggilingan besar yang stoknya juga menipis. Sayangnya, dia enggan menyebutkan nama penggilingan besar tersebut.
"Ada penggilingan besar yang biasanya punya stok 30 ribu ton, stok 30 ribu ton setiap hari, sekarang tinggal 2 ribu ton. Ada yang punya 5 ribu ton, sekarang tinggal 200 ton," ucapnya.
Selain kelangkaan beras di penggilingan, Yeka juga menyebut saat ini kondisi serupa terjadi di ritel modern. Menurutnya, deretan merek beras di rak-rak khusus beras di ritel modern mulai hilang.
"Hari ini, tadi pagi saya terjunkan untuk melihat beras di pasar modern retail kosong, bahkan raknya sudah berganti yang tadinya rak beras, sekarang sudah berganti jadi rak aqua," tuturnya.
Sementara kondisi di pasar, sebenarnya kondisi stok beras banyak. Namun, Ombudsman RI menyoroti harga yang cukup tinggi di pasar tradisional.
Melihat masalah tersebut, Ombudsman memberikan sejumlah saran kepada pemerintah agar memberikan rasa aman bagi pelaku usaha, baik penggilingan maupun pedagang beras.
"Karena semuanya sama mengatakan kami takut. Nah, ini kita negara apa kalau pelaku usaha perberasan seperti ini mereka ini jualan barang haram atau jualan barang yang tidak legal sampai takut," jelasnya.
Kondisi saat ini, lanjutnya, perlu dibenahi karena jangan sampai kasus beras oplosan menyebabkan kelangkaan beras sebagai bahan pangan utama masyarakat Indonesia.
"Catatan Ombudsman keterisian beras ini menuju kepada kelangkaan. Dan ini kondisinya mengarah kepada hal-hal yang mengkhawatirkan, beras mulai kosong di mana-mana, di supermarket sudah kosong, penggilingan beras juga stoknya mulai kosong," imbuhnya.
(ain)
































