Negosiasi gencatan senjata ketiga yang diusulkan dan pembebasan sebagian sandera terhenti bulan lalu, di mana Israel dan sekutunya AS menyalahkan Hamas. Faksi Palestina tersebut menuntut komitmen dari Israel untuk mengakhiri perang, sementara Israel bersikeras agar Hamas terlebih dahulu menyerahkan kekuasaan dan senjatanya.
IDF sudah menguasai sekitar 75% wilayah Gaza, mengusir ratusan ribu warga Palestina yang kota dan rumahnya hancur. Kota Gaza di utara termasuk wilayah yang menjadi sasaran serangan udara, tetapi pasukan darat Israel menghindarinya karena diyakini sebagai lokasi Hamas menahan para sandera.
Pengerahan pasukan dan tank ke Kota Gaza, yang dihuni sekitar 1 juta warga sipil, membuat Netanyahu diprotes keras oleh mayoritas warga Israel. Survei menunjukkan mayoritas suara lebih memilih perang dengan Hamas dihentikan secara komprehensif jika hal itu menyelamatkan para sandera dan mengurangi korban di kalangan tentara wajib militer.
Tak lama setelah Kabinet Keamanan mencapai keputusan, suara ledakan senjata terdengar dari Gaza setiap menit atau lebih dari jarak sekitar 50 kilometer.
Menurut stasiun TV Channel 12 Israel, rencana baru ini akan melibatkan enam divisi militer—sekitar dua kali lipat dari jumlah pasukan yang saat ini ditempatkan di Gaza—dan pengumpulan pasukan cadangan bisa memakan waktu dua pekan.
Israel terisolasi dari komunitas internasional akibat semakin meningkatnya korban kemanusiaan di Gaza. Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas mengungkap lebih dari 61.000 warga Palestina tewas akibat perang, sementara pembatasan bantuan oleh Israel memicu peringatan dari PBB dan badan bantuan lainnya akan memburuknya kelaparan.
Meski Gaza menjadi pusat konflik setelah Hamas serang Israel pada Oktober 2023, perang bergeser ke zona lain. Israel menyerang Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon selatan pada akhir 2024, menghancurkan sebagian persenjataan dan peluncur rudalnya serta memukul mundur pasukan kelompok tersebut dari dekat perbatasan Israel sebelum menyetujui gencatan senjata.
IDF kemudian melancarkan serangan udara selama 12 hari melawan Iran yang menargetkan program nuklir Republik Islam tersebut.
Netanyahu belum mengemukakan visi pascaperang yang jelas untuk Gaza, dan didesak mitra koalisi sayap kanan untuk mencaplok dan mengosongkan wilayah tersebut. Hal ini akan dikecam secara luas oleh negara-negara Barat dan Teluk, serta memicu konflik tak berujung. Kantor Netanyahu menyatakan sebagian besar menteri Kabinet Keamanan menolak "rencana alternatif"—yang tidak dijelaskan secara rinci.
Forum tersebut memutuskan untuk menegaskan kembali tujuan perang Israel, yaitu membebaskan semua sandera dari Hamas, melucuti senjata faksi Islamis yang didukung Iran, dan mendemiliterisasi Jalur Gaza.
Para menteri juga menyetujui pengendalian keamanan Israel atas wilayah tersebut dan pemerintahan pasca-perang, bukan Hamas maupun Otoritas Palestina, yang didukung internasional.
Israel ingin menyerahkan Gaza kepada "pemerintahan sipil yang bukan Hamas dan bukan siapa pun yang menyerukan penghancuran Israel," kata Netanyahu kepada Fox News pada Kamis, tanpa menjelaskan lebih lanjut. "Kami tidak ingin mempertahankannya."
Pada Rabu di X, pemimpin liberal oposisi parlemen Israel dan mantan pendukung serangan anti-Hamas, Yair Lapid mengatakan ia bertemu Netanyahu untuk memberitahunya bahwa pendudukan kembali Gaza akan menjadi "ide buruk."
"Sebagian besar bangsa tidak mendukung Anda. Rakyat Israel tidak menginginkan perang ini. Kita akan menanggung akibatnya," kata Lapid kepada Netanyahu.
Diskusi Kabinet Keamanan Israel biasanya dilakukan secara tertutup. Namun, kali ini diawali oleh bocoran media selama dua pekan mengenai opsi operasional dan peringatan dari para pejabat kepada Hamas bahwa waktu kelompok tersebut hampir habis.
Hamas—yang diperkirakan Israel masih memiliki sekitar 20.000 prajurit bersenjata, setengah dari jumlah sebelum perang—bersikap menantang. Di Kota Gaza dan kota-kota pusat yang kini menjadi sasaran Israel, para pejuang Palestina masih menguasai sistem terowongan yang memungkinkan serangan kilat dan penyergapan terhadap tentara Israel, yang sejauh ini kehilangan lebih dari 450 tentara di Gaza.
Hamas juga mengancam akan mengeksekusi 20 sandera yang masih hidup daripada membiarkan mereka diselamatkan. Risiko-risiko inilah yang menjadi alasan IDF menunda penyerbuan ke 25% wilayah Gaza yang tersisa.
IDF ingin mengalahkan Hamas dan akan memprioritaskan para sandera "di garis depan pikiran kami," kata Kepala Staf IDF Letjen Eyal Zamir pada Kamis. "Kami akan melakukan segala upaya untuk membawa mereka pulang."
Keluarga sandera mengadakan aksi doa di luar kompleks pemerintahan Yerusalem, tempat sidang Kabinet Keamanan. Memerintahkan penaklukan penuh, kata mereka dalam pernyataannya, akan menimbulkan bahaya langsung bahwa kerabat mereka akan "menghilang selamanya di tanah Gaza."
Israel mendapat dukungan diplomatik dan logistik besar dari AS, di mana Presiden Donald Trump jengkel dengan taktik negosiasi dan tawaran Hamas untuk memperluas alternatif sistem distribusi bantuan PBB sejalan dengan kemajuan IDF.
Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), kelompok bantuan yang didukung AS dan Israel, dijauhi oleh badan-badan PBB tradisional. PBB mengatakan lebih dari 1.000 pencari bantuan ditembak di dekat lokasi GHF—insiden yang disangkal oleh GHF.
(bbn)


































