"Berbagai masukan dari Bappenas ataupun para pakar juga kami terus adopsi masukan dalam penyempurnaan metode kemiskinan," tutur dia.
Kami akan menunggu saja sebagai tim teknis. Ketika akan diimplementasikan, ataukah 2026, kami akan tetap menunggu. Kami terus lakukan persiapan. Kajian ini sudah terus kita lakukan."
Belakangan, Bank Dunia sempat merilis data terbaru soal tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 68,25% dari populasi pada 2024. Angka itu mengalami peningkatan dibanding tingkat kemiskinan 2024 yang tercantum berdasarkan laporan Macro Poverty Outlook April 2025, yakni hanya 60,3% atau 171,9 juta penduduk miskin.
Tingkat kemiskinan yang naik di Indonesia terjadi seiring langkah Bank Dunia untuk mengubah garis kemiskinan, sebagaimana termaktub dalam June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform.
Dalam hal ini, Bank Dunia resmi mengadopsi perhitungan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP) 2021 untuk menghitung tingkat kemiskinan, yang diterbitkan oleh International Comparison Program pada Mei 2024.
Namun belakangan, BPS juga melaporkan persentase penduduk miskin pada September 2024 sebesar 8,57%, menurun 0,46% poin terhadap Maret 2024 dan menurun 0,79% poin terhadap Maret 2023.
Bank Dunia menggunakan ambang batas garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas adalah pengeluaran US$6,85/kapita/hari.
Dalam hal ini, PPP yang ditetapkan untuk Indonesia sebesar Rp4.756 pada 2017, maka ambang batasnya sekitar Rp32.578/kapita/hari atau Rp977.358/kapita/bulan.
Teranyar, BPS melaporkan tingkat kemiskinan per Maret tahun ini mencapai sebanyak 23,85 juta orang, atau setara 8,47% dari total populasi penduduk yang sebanyak 278,6 juta orang.
Persentase angka tersebut masih menggunakan standar kemiskinan internasional US$2,15/kapita/hari dalam PPP 2017.
(ain)




























