Helfi mengungkap, atas desakan tersebut beberapa produsen sudah merespons dengan menyampaikan persetujuan secara terbuka kepada publik bahwa harga akan disesuaikan dengan kualitas produk.
"Dan itu sudah dilakukan, mereka ada yang sudah bersurat, ada yang sudah mungkin menyampaikan melalui media, untuk masyarakat harganya harus disesuaikan dengan komposisi yang ada," ungkapnya.
Diketahui, perkara praktik beras yang tidak sesuai mutu standar pada klaim kemasan atau oplosan ini menimbulkan kerugian konsumen mencapai Rp99,35 triliun per tahun. Dengan rincian beras premium sebesar Rp34,21 triliun dan beras medium sebesar Rp65,14 triliun.
Polri menekankan, dugaan pelanggaran ini tak hanya terkait perlindungan konsumen, tetapi juga masuk ranah tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Pelaku disangkakan melanggar Tindak Pidana Perlindungan Konsumen dan/atau Pencucian Uang dengan cara memperdagangkan produk beras yang tidak sesuai dengan standar mutu pada label kemasan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
(ell)































