Hadi,menjelaskan komponen LPG asal AS berbeda dengan yang digunakan di Indonesia. LPG di Indonesia terdiri atas 60% propana (C3) dan 40% butana (C4), sementara di AS terdiri dari 90% C3 dan 10% C4.
Walhasil, lanjut Hadi, Pertamina berpotensi memikul beban baru untuk menyesuaikan spesifikasi kilang atau infrastruktur LPG di dalam negeri agar bisa mengolah komoditas yang dibeli dari AS.
Belum lagi, perusahaan migas milik negara itu juga harus menanggung beban biaya impor LPG dari AS yang ditaksir lebih mahal dibandingkan dengan dari Timur Tengah. Beban biaya tersebut akan turut mengerek ongkos logistik, termasuk biaya angkut kapal, asuransi, hingga jumlah tanker yang dibutuhkan.
“Benar sekali, biaya impor LPG berpotensi meningkat,” kata Hadi.
Rencana impor LPG dari AS memang merupakan bagian dari perundingan tarif antara Jakarta dan Washington. Pemerintah telah mengalokasikan kuota impor migas dari AS sekitar US$10 miliar sampai dengan US$15 miliar atau sekitar Rp162,3 triliun hingga Rp243,5 triliun (asumsi kurs Rp16.237).
Rencana tersebut diputuskan usai diturunkannya tarif bea masuk timbal balik terhadap komoditas Indonesia yang diekspor ke AS dari 32% menjadi 19% dan berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan komoditas gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) tidak masuk dalam kesepakatan impor migas dari Amerika Serikat.
Bahlil mengatakan rencana impor migas dari AS sebagai bagian dari perundingan tarif bakal mencakup komoditas minyak mentah, bahan bakar minyak (BBM), dan LPG.
“Yaitu apa namanya LPG, crude, BBM, ada 3 item dan saya sudah sampaikan berkali-kali,” kata Bahlil ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (18/7/2025).
Hingga saat ini Indonesia mengimpor sekitar 6—7 juta ton LPG per tahun untuk kebutuhan domestik sekira 8 juta ton per tahun. Hal ini menyebabkan beban ekonomi sekitar Rp63,5 triliun per tahun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sumber utama impor LPG Indonesia berasal dari Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, Arab Saudi, Algeria, dan AS.
Adapun, Indonesia telah menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) impor migas dan investasi kilang antara PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) dengan 3 korporasi energi AS; ExxonMobil Corp., KDT Global Resource LLC., dan Chevron Corp.
MoU tersebut nantinya juga akan didetailkan lebih lanjut, lantaran pemerintah masih akan membahasnya dengan United States Trade Representative (USTR).
(wdh)





























