Logo Bloomberg Technoz

Transformasi energi Australia yang ambisius—menggantikan pembangkit listrik tenaga batu bara yang menua—dianggap sebagai studi kasus global.

Namun, lambatnya pembangunan jaringan transmisi telah membuat sejumlah proyek tenaga surya dan angin terbengkalai, sekaligus menjadikan pasar listrik Australia salah satu yang paling volatil di dunia.

Keterlambatan lebih lanjut berpotensi menggagalkan target pemerintah untuk meningkatkan porsi energi terbarukan menjadi 82% dari total bauran listrik pada 2030.

“Ketergantungan Australia terhadap investasi asing dalam sektor energi terbarukan masih sangat tinggi, dengan lebih dari 70% berasal dari luar negeri,” ujar Richie Merzian, CEO Clean Energy Investor Group.

“Jika Australia hanya cukup menarik bagi investor, modal global kemungkinan akan mengalir ke yurisdiksi lain yang bergerak lebih cepat dan dalam skala besar dalam mengembangkan energi terbarukan dan infrastruktur transmisinya.”

Menurut BloombergNEF, investasi ke jaringan energi Australia anjlok 48% tahun lalu, setelah mencetak rekor pada 2023.

Investasi diperkirakan tetap fluktuatif, padahal negara itu perlu melipatgandakan investasi transisi energi tahunannya hingga 2030 agar target iklim dapat tercapai—meskipun pemerintah telah menjanjikan dana miliaran dolar untuk pembangunan jaringan.

“Gagasan bahwa kita akan membangun semua zona energi terbarukan ini dan menghubungkannya ke kota-kota besar adalah tantangan besar,” ujar Hugh Durrant-Whyte, Kepala Ilmuwan dan Insinyur Negara Bagian New South Wales, dalam sebuah diskusi panel di konferensi.

“Ini bukan tugas yang sederhana. Membangun jaringan listrik bukan pekerjaan sepele.”

(bbn)

No more pages