“Kami memiliki pengalaman puluhan tahun, kemampuan pasokan global, dan komitmen jangka panjang untuk menjadi mitra energi tepercaya," ujarnya dikutip dari siaran pers KBRI di Washington.
Adapun, MoU tersebut dilakukan sebelum Presiden AS Donald Trump kukuh memutuskan pengenaan tarif resiprokal bagi RI sebesar 32% yakni pada Senin (7/7/2025) waktu setempat.
Negosiasi Lanjutan
Usai keputusan mengejutkan Trump tersebut, tim negosiator RI yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bertolak ke Washington untuk menginisiasi negosiasi lanjutan, dengan optimisme bahwa masih ada peluang bagi RI untuk menurunkan tarif 32% yang diancamkan Presiden AS.
Belum ada keterangan lebih lanjut apakah ketiga rencana kerja sama subholding Pertamina dengan para raksasa energi AS itu akan tetap dilanjutkan atau distop, menyusul keputusan tarif Trump dan upaya negosiasi lanjutan dari Pemerintah RI.
Akan tetapi, penandatanganan nota kesepahaman tersebut selaras dengan rencana pemerintah merealokasikan impor migas senilai US$15,5 miliar ke AS sebagai bagian dari negosiasi tarif timbal balik yang digalakkan Trump.
Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto mengatakan Airlangga dijadwalkan tiba di Washington pada Selasa (8/7/2025) waktu setempat untuk bertemu dengan perwakilan AS.
“Masih ada ruang untuk menanggapi seperti yang disampaikan oleh pemerintah AS. Pemerintah Indonesia akan mengoptimalkan peluang yang ada untuk menjaga kepentingan nasional di masa mendatang,” ujar Haryo dalam pernyataan resmi, Selasa (8/7/2025).

Di sisi lain, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung memastikan pemerintah masih melanjutkan proposal impor migas dari AS, meski Indonesia tetap diganjar tarif resiprokal sebesar 32% per 1 Agustus.
Yuliot mengatakan kementeriannya masih akan menunggu negosiasi lanjutan yang akan dilakukan oleh Airlangga di Washington D.C. pekan ini.
“Ini kan Pak Menko Perekonomian [Airlangga] kan masih mengupayakan. Jadi kan kita sudah over kan untuk trade balance, itu dari sisi energi kan sekitar US$15 miliar. Jadi ya kita lihat saja itu bagaimana keputusan akhirnya,” kata Yuliot ditemui di sela kegiatan diskusi migas, Selasa (8/7/2025).
“Jadi ya kita tunggu dulu Pak Airlangga [selesai negosiasi dengan AS].”
Sekadar catatan, nilai US$15,5 miliar tersebut jauh melebihi estimasi Kementerian ESDM sebelumnya di kisaran US$10 miliar.
Jika dibandingkan dengan total nilai impor migas RI dari AS senilai US$2,49 miliar pada 2024, angka tersebut juga terpaut sangat jauh.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor migas Indonesia sepanjang 2024 mencapai US$36,27 miliar. Postur impor itu berasal dari pembelian minyak mentah sekitar US$10 miliar dan hasil migas sebesar US$25,92 miliar.
Adapun, impor LPG Indonesia sepanjang 2024 mencapai 6,89 juta ton dengan nilai mencapai US$3,78 miliar. Porsi impor LPG dari Amerika Serikat mencapai 3,94 juta ton, dengan nilai impor US$2,03 miliar.
Selain AS, Indonesia mengimpor LPG dari Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, Arab Saudi hingga Algeria.
Di sisi lain, kuota impor minyak mentah Indonesia dari AS terbilang kecil dibandingkan dengan realisasi impor sepanjang 2024. Indonesia mengimpor minyak mentah dari AS sekitar US$430,9 juta pada periode tersebut.
Sebagian besar impor minyak mentah Indonesia berasal dari Arab Saudi, Angola, Nigeria hingga Autralia. Sementara itu, impor BBM kebanyakan berasal dari kilang di Singapura.
(mfd/wdh)