Sementara pergerakan harga saham di bursa Asia, juga cenderung hijau seperti terlihat dari indeks Hang Seng yang menguat 0,7%, bersama CSI 300 yang naik 0,31%, lalu Shanghai 0,23%. Sementara bursa Singapura menguat 0,58%. Adapun bursa saham Thailand masih tutup hari ini.
Sebagian bursa Asia yang lain masih tertekan di zona merah seperti terjadi di Malaysia di mana FTSE tergerus 0,62%.
Begitu juga bursa saham Filipina yang turun 0,47%. Sedangkan bursa saham RI mengurangi pelemahan dengan penurunan 0,10% ketika rupiah melemah terdalam di Asia dengan pelemahan tipis 0,07% setelah sebelumnya ambles 0,28%.
Adapun di pasar surat utang negara, yield tenor pendek 2Y turun 3,8 bps ke level 5,992%. Sedangkan tenor di atas itu, harganya tertekan di mana tenor 5Y naik 0,5 bps dan 10Y naik 0,9 bps.
Tenor 11Y bahkan naik 2,6 bps menyentuh 6,718% seperti ditunjukkan oleh data OTC Bloomberg.
Reaksi pasar Asia yang beragam dan cenderung 'cuek' terhadap perkembangan terbaru tarif yang dikobarkan oleh Trump tadi malam kemungkinan karena para investor sudah menghitung dampak tarif, terutama ketika besarannya tak berubah.
Dalam pengumumannya, Trump juga masih mengisyaratkan bahwa ia masih terbuka untuk negosiasi lebih lanjut. Penerapan tarif baru ini akan dilaksanakan pada 1 Agustus 2025.
Trump memulai pengumuman itu dengan menyatakan niat menerapkan tarif sebesar 25% untuk barang-barang dari Jepang dan Korea Selatan. Dia kemudian mengungkap tarif baru bagi sejumlah negara seperti Afrika Selatan, Indonesia, Thailand, dan Kamboja.
Setelah itu, Trump mengaku cukup puas dengan penerapan tarif itu. Meski begitu, dia mengisyaratkan akan terus melakukan perundingan seperti dengan India yang hampir final.
Terhadap Indonesia, Trump tetap mengenakan tarif sebesar 32%. Tarif itu lebih tinggi ketimbang yang dikenakan pada Vietnam sebesar 20%.
Pengumuman tarif baru oleh Trump itu menandai lobi tarif oleh Pemerintah RI yang digadang selama ini belum membuahkan hasil kendati telah mengajukan penawaran pembebasan tarif impor dari AS hingga hampir 0% untuk lebih dari 1.700 komoditas.
Tingkat tarif yang dikenakan pada RI tersebut tak termasuk tarif sektoral juga barang pengiriman ulang (transshipped).
"Mulai 1 Agustus 2025, kami akan mengenakan tarif sebesar 32% kepada Indonesia atas semua produk Indonesia yang dikirim ke AS, terpisah dari semua tarif sektoral. Barang yang dikirim ulang [transshipped] untuk menghindari tarif yang lebih tinggi akan dikenakan tarif yang lebih tinggi," tulis Trump kepada Prabowo dalam suratnya, dikutip Selasa (8/7/2025).
Trump menggarisbawahi bahwa tidak akan ada tarif jika Indonesia, atau perusahaan-perusahaan di Tanah Air, memutuskan untuk membangun atau memproduksi produk di AS.
Ketika Indonesia terkena tarif tetap, Malaysia malah naik tarifnya dari 24% menjadi 25%, bersama Myanmar, juga Laos. Tarif tetap juga didapatkan oleh Thailand, Afrika Selatan, serta Korea Selatan.
Yang juga dikhawatirkan adalah potensi Indonesia terkena tarif tambahan yang menjadi ancaman baru oleh Trump bagi negara-negara anggota BRICS.
Tambahan tarif 10% pada negara-negara BRICS, meski masih berupa ancaman sejauh ini, dapat memicu kekhawatiran para investor untuk terlebih dulu keluar dari pasar.
Apabila Indonesia terkena tarif final dari AS sebesar 32%+10%, efeknya tidak bisa dianggap remeh pada perekonomian RI. "Pertumbuhan ekonomi RI bisa di bawah 4,5%," kata Lionel Priyadi, Fixed Income and Market Strategist Mega Capital Sekuritas.
(rui/aji)