Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan perkara dugaan suap vonis lepas tiga perusahaan sawit dalam perkara korupsi crude palm oil (CPO) dan turunannya ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Berkas perkara tersebut atas nama Ariyanto Bakri dan Marcella Santoso, dua pengacara yang menjadi kuasa hukum tiga perusahaan sawit tersebut.

“Tahap-2 ke KN [Kejaksaan Negeri] Jakpus an Marcella Santoso, dkk,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar melalui pesan singkat, Senin (07/07/2025).

Selain itu, Kejaksaan turut melimpahkan perkara dugaan perintangan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Kasus ini kembali menyeret Marcella Santoso sebagai tersangka. Namun, kali ini dia diseret bersama tersangka lain yaitu pengacara Junaedi Saibih; eks Direktur Pemberitaan JakTv Tian Bahtiar; serta Buzzer Adhiya Muzzakki.

“Iya, perkara perintangan OoJ [obstruction of justice],” ujar Harli.

Perkara dugaan perintangan penyidikan maupun penuntutan dengan tersangka Tian, Marcella, Junaedi, dan Adhiya tersebut merupakan pengembangan kasus suap atau gratifikasi putusan lepas pada tiga grup perusahaan dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil atau minyak goreng dan turunannya, Januari-April 2022.

Dalam perkara dugaan suap pemberian putusan lepas tersebut, Kejaksaan telah melimpahkan enam tersangka terlebih dahulu. Mereka adalah eks Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Muhammad Arif Nuryanta; ketua majelis hakim Djuyamto; hakim anggota Agam Syarif Baharuddin, hakim ad hoc Ali Muhtarom; Panitera Muda PN Jakarta Pusat Wahyu Gunawan; serta Head Social Security Legal Wilmar Grup, Muhammad Syafei.

Perkara tersebut bermula adanya kesepakatan antara seorang pengacara bernama Ariyanto dengan Wahyu Gunawan. Hal ini terkait dengan kasus korupsi ekspor minyak goreng yang berlangsung di PN Tipikor Jakarta dengan tersangka Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup.

Wahyu pun mulai menjadi komunikasi dengan Muhammad Arif Nuryanto yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Dia punya kewenangan untuk mengatur majelis hakim pada kasus Wilmar cs.

Selanjutnya, Wahyu menyampaikan kepada Arif perkara tersebut diputus lepas, lalu Arif menyetujui permintaan tersebut namun meminta uang sebesar Rp60 miliar. Selanjutnya, Ariyanto telah menyerahkan uang tunai Rp60 miliar kepada Wahyu yang kemudian juga sudah disampaikan kepada Arif. Dari jumlah tersebut sekitar US$50 ribu atau lebih dari Rp800 juta kepada Wahyu sebagai imbalan.

Arif kemudian menyusun majelis hakim untuk memimpin perkara korupsi ekspor CPO. Tiga hakim pun terpilih yaitu Hakim Djuyamto sebagai ketua majelis, Hakim Agam Syarif Baharuddin sebagai anggota, dan Hakim Ad Hoc Ali Muhtarom sebagai anggota.

Usai penetapan majelis, Arif memanggil Djuyamto dan Agam. Dalam pertemuan tersebut, Arif menyerahkan uang Rp4,5 miliar kepada keduanya dengan pesan memberikan atensi khusus pada kasus korupsi Wilmar Grup cs. Uang tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tas dan dibagi rata bagi tiga hakim yang menjadi majelis.

Jelang putusan, Arif kembali bertemu Djuyamto di Pasar Baru. Dalam pertemuan tersebut, dia menyerahkan uang tunai kepada Djuyamto senilai Rp18 miliar. Dimana uang tersebut dibagi tiga dengan pembagian yang berbeda yaitu Djuyamto sebesar Rp6 miliar, Agam sebesar Rp4,5 miliar, dan Ali sebesar Rp5 miliar. Djuyamto kemudian menyisihkan beberapa jatahnya senilai Rp300 juta untuk panitera perkara tersebut.

Dalam proses penyidikan, Kejagung membuka penyidikan baru terkait perintangan penyidikan yang melibatkan Marcella Santoso, Junaedi, Tian Bahtiar, dan Adhiya Muzzakki. Para tersangka tersebut disebut melakukan permufakatan jahat untuk menghalang-halangi penyidikan kasus korupsi tata kelola niaga pada wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah Tbk (TINS) periode 2015-2022.

Selain itu, mereka disebut melakukan perintangan penyidikan terhadap perkara kasus dugaan korupsi izin impor gula periode 2015-2016 dengan tersangka eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.

Marcella dan Junaedi meminta Tian untuk membuat berita negatif yang menyudutkan Kejaksaan di tingkat penyidikan, penuntutan, maupun persidangan. Marcella dan Junaedi juga membiayai aksi demonstrasi untuk merintangi penyidikan, penuntutan, dan persidangan.

Marcella dan Junaedi turut membiayai serta menggelar kegiatan seminar, siniar, serta talkshow di beberapa kampus yang diliput oleh Jak TV. Kegiatan itu, disebut bertujuan membentuk opini publik dengan berita negatif yang menyudutkan Kejaksaan.

Sementara itu, Adhiya Muzakki disebut berperan sebagai Ketua Tim Cyber Army. Ia diduga menerima dana sekitar Rp864 juta, dari advokat Marcella Susanto dan Junaidi Saibih. Adhiya berdasarkan permintaan Marcella bersepakat membuat dan membayar tim buzzer untuk merespons hingga memberikan komentar negatif terhadap konten negatif yang dibuat Tian, memproduksi konten yang mendiskreditkan penanganan perkara Kejagung, dan membuat konten serta komentar yang menggiring narasi bahwa perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan Kejagung tidak benar.

(azr/frg)

No more pages