Logo Bloomberg Technoz

Beda Nasib, Grup Djarum Melaju & GGRM Kian Tertinggal

Artha Adventy
07 July 2025 09:30

Tangkapan layar via website Gudang Garam
Tangkapan layar via website Gudang Garam

Bloomberg Technoz, Jakarta - Di tengah tekanan industri rokok akibat kenaikan cukai hingga perubahan perilaku konsumen dua raksasa tembakau Grup Djarum dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) menunjukkan kontras strategi bisnis. Djarum tampil agresif merambah ke berbagai sektor industri, sementara Gudang Garam masih mengandalkan lini bisnis utama dan menghadapi pelemahan kinerja sepanjang 2024.

Langkah terbaru Grup Djarum menjadi sorotan usai terungkapnya akuisisi saham signifikan di jaringan rumah sakit swasta PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL). Nilai investasinya ditaksir mencapai Rp1,04 triliun atau setara 3,64% saham yang dicatatkan di bursa. Investasi ini melengkapi portofolio Djarum yang sebelumnya sudah mencakup sektor keuangan, digital, ritel, media, dan makanan-minuman.

Akhir 2024 lalu, Grup Djarum dikabarkan mengambil alih 85% saham PT Griya Mie Sejati, induk usaha dari jaringan restoran legendaris Bakmi GM. Nilai akuisisi diperkirakan berada di kisaran Rp2 triliun hingga Rp2,4 triliun.


Ekspansi lintas sektor ini menunjukkan pola diversifikasi yang dijalankan Djarum dalam dua dekade terakhir. Sejak mengambil alih PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dari Grup Salim pada 1998 di tengah krisis moneter Grup Djarum membangun pilar bisnis non-tembakau yang kini menjadi tulang punggung konglomerasi tersebut. BCA kini menjadi bank swasta terbesar di Indonesia dari sisi kapitalisasi pasar dan profitabilitas. Sepanjang 2024, BCA mencetak laba bersih sebesar Rp54,8 triliun, naik 12,7% dibanding tahun sebelumnya.

Selain perbankan, Djarum juga menggarap sektor ritel digital lewat Blibli (PT Global Digital Niaga Tbk), yang IPO pada 2022 dan kini menjadi induk dari Tiket.com. Di sektor elektronik Grup Djarum menggenggam Polytron yang menjadi salah satu merek lokal terkuat dengan ekspansi ke produk kendaraan listrik.