Dia menilai dampak langsung terhadap ekspor Indonesia ke AS relatif kecil karena nilai ekspor Indonesia ke AS yang sedikit. Namun, jika pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat karena tensi dagang, maka itu dapat berdampak ke Indonesia.
“Kalau Chinanya berantem sama US, terus Chinanya melambat, kita juga kena juga. Tapi Amerika sendiri juga nggak gampang. Trump juga bukan orang gila, walaupun aneh,” tambahnya.
Di tengah sentimen tersebut, BRIDS menilai sektor konsumer dan telekomunikasi berpotensi unggul di paruh kedua 2025. Penguatan rupiah disebut bisa memperbaiki margin emiten konsumer. Sementara sektor telko diuntungkan oleh berakhirnya perang harga data dan potensi kenaikan tarif layanan.
Selain itu, dalam jangka pendek sektor logam dan komoditas berpeluang di tengah volatilitas global dan tren pelemahan dolar AS. Saham-saham seperti ANTM, MDKA, dan BRMS dinilai bisa mendapat dorongan dari kenaikan harga emas dan logam dasar lainnya.
Sebagai informasi, pada penutupan perdagangan Kamis (3/7/2025) indeks komposit ditutup negatif 0,05% di posisi 6.878 dengan kapitalisasi pasar Rp12.121,34 triliun. IHSG telah turun 3,67% sepanjang tahun (ytd).
(dhf)