"Bahwa proses penyusunan ini tentang penyelenggaraan, dilaksanakan bersama lembaga ini lah yang ditulis ini. Saya nggak ingin mempromosikan lembaganya. Karena lembaga ini banyak memberikan kajian ekonomi yang mendestruksi konstruksi narasi pemerintahan kita. Ini ke depan, harus diperbaiki," tegasnya.
Di sisi lain, Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar Eric Hermawan meminta OJK untuk mengkaji ulang dan menunda Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.5/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan.
"Saya lihat juga bahwa yang diuntungkan adalah industrinya dengan adanya co-payment. Saya rasa lebih baik ditunda 1 tahun lagi lah, tanggal 1 Januari 2027 baru diterapkan. Supaya lebih matang kajiannya," kata Eric.
Menurut Eric, selain itu dalam realisasi SEOJK Nomor 7/SEOJK.5/2025 ini, OJK juga harus mempelajari kebijakan dari pihak rumah sakit. Sebab, jika tidak dikaji secara matang akan memberikan beban di masyarakat.
"Saran saya, mendingan dikaji ulang lagi agar tidak menjadi beban di masyarakat," pungkasnya.
Sebagai catatan, beleid SEOJK tersebut menyebutkan regulator mewajibkan nasabah asuransi kesehatan membayar paling sedikit 10% dari total pengajuan klaim untuk produk asuransi dengan prinsip ganti rugi (indemnity) dan produk asuransi dengan skema pelayanan kesehatan yang terkelola (managed care).
OJK mengatur produk asuransi kesehatan harus menerapkan pembagian risiko (co-payment) yang ditanggung oleh pemegang polis, tertanggung, atau peserta paling sedikit 10% dengan batas maksimum Rp300.000 untuk rawat jalan per pengajuan klaim dan Rp3 juta untuk rawat inap per pengajuan klaim.
Di sisi lain, OJK juga mengatur bahwa perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah dan unit syariah pada perusahaan asuransi dapat menerapkan batas maksimum yang lebih tinggi sepanjang disepakati antara perusahaan dengan pemegang polis, tertanggung atau peserta serta telah dinyatakan dalam polis asuransi.
(ain)
































