"[KPK memilih opsi pertama] kalau di awal seperti ini bisa lebih bagus. Kenapa? Karena kita bisa mengeliminir, membantu Provinsi Sumatera Utara untuk mengeliminir perusahaan-perusahaan yang tidak kredibel ini," ujar dia.
Dia mengatakan, OTT di Kabupaten Mandailing Natal berisi enam proyek di Dinas PUPR dan Satker PJN Sumatra Utara senilai Rp231,8 miliar. Pada kasus ini, para pelaku sepakat menyisihkan 10-20% nilai proyek atau setara Rp46 miliar kepada para pejabat.
Akan tetapi, pada awal proyek, para pengusaha swasta baru mengirimkan suap Rp2 miliar kepada para pejabat. Sebanyak Rp120 juta di antaranya ditemukan penyidik saat OTT Kamis lalu.
Lembaga antirasuah tersebut mengklaim tak berminat baru mengusut di akhir proyek dengan prakiraan bisa menyita uang suap Rp46 miliar yang bisa ditampilkan saat konferensi pers.
"KPK bisa aja dapat Rp46 miliar. Saya bawa ke sini Rp46 miliar, rekan-rekan bisa lihat. Tapi [proyek] jalannya sudah jadi dengan kualitas yang jelek. Dan masyarakat tidak akan mendapatkan manfaatnya," ujar Asep.
Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah aparat penegak hukum memang kerap memamerkan barang bukti berupa uang tunai. Mereka menampilkan uang yang disebut berasal dari sejumlah tindak pidana seperti korupsi, narkoba, hingga judi online.
(prc/frg)



























