AMRO menilai dampak dari kebijakan tarif perdagangan Trump mencakup dampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsungnya berupa ekspor yang lebih lambat ke AS, tergantung pada tarif akhir dan elastisitas permintaan. Sementara, dampak tidak langsungnya melalui perlambatan pertumbuhan ekonomi di China yang menyumbang 24,6% dari ekspor Indonesia pada 2024, Jepang yang menyumbang 7,8%, dan Eropa yang menyumbang 7,4%.
AMRO mengutip sebuah riset yang menemukan bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi China sebesar 1% secara historis telah menyebabkan penurunan PDB Indonesia sebesar 0,1-0,2%, meskipun hubungan dagang baru-baru ini menunjukkan dampak yang lebih kuat saat ini.
Pada saat yang sama, potensi lonjakan harga komoditas global akan memberikan tekanan ke atas pada inflasi dan membatasi opsi kebijakan otoritas untuk mendukung ekonomi. Di sisi positifnya, lonjakan harga komoditas dapat memberikan keuntungan besar bagi Indonesia.
AMRO menggarisbawahi pemulihan ekspor baru-baru ini sebagian besar disebabkan oleh pulihnya ekspor barang-barang manufaktur ke pasar AS Namun, ekspor komoditas tetap lesu, didorong oleh pertumbuhan ekspor besi dan baja yang lebih rendah ke China, dan penurunan ekspor minyak sawit akibat menurunnya produksi dalam negeri.
"Prospek ekspor Indonesia dipengaruhi oleh kekuatan ekonomi mitra dagang utamanya, yaitu China, AS, Jepang, dan pasar Eropa."
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$4,9 miliar pada Mei 2025.
Angka ini meningkat 2962% secara bulanan (month-to-month/mtm) dibandingkan dengan surplus neraca perdagangan US$160 juta pada April 2025. Selain itu, realisasi ini juga akan menjadi surplus bulanan terbesar di Tanah Air dalam lebih dari dua tahun.
Perlu diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) baru akan mengumumkan realisasi ekspor, impor dan neraca perdagangan per Mei 2025 pada 1 Juli 2025 mendatang. Bila datanya tidak berubah, surplus neraca perdagangan US$4,9 miliar pada Mei 2025 bakal menjadi yang terbesar sejak Februari 2023. Saat itu, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan US$5,4 miliar.
Sri Mulyani menjelaskan capaian surplus neraca perdagangan pada Mei 2025 terjadi karena nilai ekspor Indonesia sebesar US$25,3 miliar dan impornya sebesar US$20,4 miliar.
"Dari sisi neraca perdagangan, surplus pada Mei adalah US$4,9 miliar. Ini karena ekspor kita mencapai US$25,3 miliar, sementara impornya US$20,4 miliar," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, dikutip Sabtu (21/6/2025).
(lav)






























