Bloomberg Technoz, Jakarta - Seluruh Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat, kecuali Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), menyatakan dukungan terhadap pelaksanaan pemilihan umum dengan sistem proporsional terbuka. Hal ini disampaikan sebagai respon sejumlah isu tentang rencana putusan Mahkamah Konstitusi yang akan mengubah pelaksanaan Pemilu 2024 dengan sistem proporsional tertutup.
Pemilu Sistem proporsional terbuka sendiri sudah diterapkan sejak Pemilihan Legislatif pada 2009. Dalam sistem ini, Partai Politik harus mengajukan daftar nama sejumlah kadernya yang akan bertarung di setiap daerah pemilihan.
Tiap kader kemudian melakukan kampanye agar masyarakat setempat atau konsituen memilih namanya saat pencoblosan. Pada pola ini, pemilih dapat mengetahui dan mengenal pribadi serta rencana kerja setiap calon legislatif.
Sedangkan sistem proporsional tertutup, berlangsung cukup lama sejak Pemilu era Orde Lama, Orde Baru hingga awal Reformasi. Pada pola ini, masyarakat hanya memilih partai mana yang didukung pada sebuah dapil. Sedangkan sosok caleg yang akan memwakili dapil tersebut tergantung pilihan partai politik.
"Kami tetap menuntut bahwasanya sistem pemilu itu sistem terbuka," kata Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Kahar Muzakir seperti dilansir Website DPR, Rabu (31/5/2023).
Menurut dia, tahapan pemilu juga sudah berjalan. Setiap partai sudah selesai mengirimkan daftar calon sementara atau DCS kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Setiap partai politik itu calegnya dari DPRD Kabupaten, DPRD Kota, DPRD Provinsi, dan DPR RI. Jumlahnya kurang lebih 20 ribu orang," ujar Kahar.
Karena jumlah peserta pemilu adalah 15 partai politik. Dia mengatakan, berarti ada sekitar 300 ribu calon legistatif yang kehilangan haknya kalau MK tiba-tiba mengubah pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup.

Edhie Baskoro Yudhoyono, Ketua Fraksi Partai Demokrat juga mengatakan, sistem pemilihan terbuka menjadi pola yang paling tetap dalam menerapkan sistem demokrasi. Dia pun menilai, pengubahan sistem pemilu di tengah seluruh tahapan telah berjalan hanya akan menimbulkan kegaduhan.
"Kami mengingatkan hakim MK agar tetap konsekuen dan melihat time frame waktunya agar kita fokus menyelenggarakan pemilu yang beretika, jujur, adil, dan transparan," kata putera Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
Ketua Fraksi PAN, Saleh Daulay pun mengatakan, MK sendiri sudah menguatkan perintah dalam putusan uji materi UU Pemilu pada 2008. Saat itu, mahkamah meminta pemilu menggunakan sistem pemilihan proporsional terbuka. Hal ini membuat Pemilu pada 2009, 2014, dan 2019 menggunakan sistem terbuka.
"Sudah pernah diputus terbuka, keputusan MK itu kan final dan mengikat, mestinya kan sudah final. Kalaupun ada yang uji harusnya sudah tidak layak uji lagi karena sudah lulus kemarin. Jadi kalau diuji lagi sekarang dan dibuat lagi tertutup ini salah," kata Saleh Daulay.
Delapan fraksi yang menyatakan dukungan terhadap sistem proporsional terbuka adalah Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Hanya satu fraksi yang tak ikut serta yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Partai tempat Presiden Joko Widodo atau Jokowi bernaung ini memang kerap menyatakan dukungan terhadap pengubahan sistem pemilu menjadi tertutup.
Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini memang cukup diuntungkan dengan sistem proporsional tertutup. Partainya dinilai memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi sebagai dampak pemerintahan dua periode Jokowi.
(frg)