KOSPI (Korea Selatan) memimpin kenaikan secara regional, setelah sebelumnya pasar Asia mengalami penurunan selama dua hari perdagangan yang dipicu oleh bergejolaknya perang Israel vs. Iran.
Senada, saham-saham NIKKEI 225 Tokyo di Jepang mendominasi peringkat teratas pada sisi penguatan dengan 1,26%, menyusul JPX NIKKEI 400 menguat 0,79%, dan TOPIX (Jepang) dengan terapresiasi 0,75%.
Para investor kembali memperlihatkan minat terhadap aset berisiko di tengah optimisme konflik antara Israel dan Iran akan tetap terkendali.
Seperti yang dilaporkan Bloomberg News, harga emas turun 0,5% dari rekor tertingginya. Imbal hasil obligasi pemerintah AS (Treasuries) melemah imbas karena kegelisahan harga energi yang tinggi secara terus-menerus dapat memicu inflasi, dengan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun naik tiga basis poin menjadi 4,43%.
Walaupun pada mulanya pasar bersikap hati-hati dan menghindari risiko untuk menilai potensi eskalasi konflik, sentimen membaik pada hari Senin seiring meningkatnya keyakinan investor serangan tersebut tidak akan melibatkan pihak-pihak lain secara lebih luas.
“Situasi di Timur Tengah tidak membuat pasar terguncang, dan kemungkinan akan tetap seperti itu selama tidak terjadi eskalasi besar,” ujar Enguerrand Artaz, Fund Manager global di La Financière de l’Echiquier.
“Pasar masih melaju dengan momentum yang kuat. Secara keseluruhan, sentimen masih sangat condong pada aksi beli saat harga turun (Buying the Dip).”
Harga minyak kembali melepas lesatan tajam pada Senin karena serangan yang terjadi sejauh ini belum mengenai infrastruktur ekspor utama. Selain itu, tidak ada gangguan di Selat Hormuz— jalur air sempit yang menangani sekitar seperlima dari total pengiriman minyak mentah dunia setiap harinya.
Dari Amerika Serikat, Gubernur Federal Reserve, Jerome Powell, kemungkinan akan menyoroti meningkatnya ketidakpastian saat para pembuat kebijakan bertemu untuk membahas suku bunga acuan pada minggu ini, kata Mohit Kumar, Kepala Strategi Eropa di Jefferies International.
“Nada pernyataan kemungkinan adalah The Fed tidak terburu-buru untuk memangkas suku bunga, namun akan siap merespons jika kondisi ekonomi memang memerlukannya,” papar Kumar.
(fad)





























