Direktorat Jenderal Penerbangan Sipil India (DGCA) pada Jumat memerintahkan pemeriksaan menyeluruh terhadap seluruh armada Boeing 787-8 dan 787-9 milik Air India yang menggunakan mesin GEnx buatan General Electric. Pemeriksaan tambahan ini akan dilakukan dalam dua pekan ke depan dan mencakup sistem bahan bakar, udara kabin, kendali mesin, serta sistem hidrolik, setelah pesawat diduga kehilangan daya dorong saat lepas landas.
Seorang pejabat penerbangan menyatakan bahwa semua aspek penerbangan nahas ini sedang diselidiki. Tim penyidik dari Inggris dan Amerika Serikat telah tiba di Ahmedabad pada Jumat untuk membantu penyelidikan.
“Kami, seperti Anda, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Natarajan Chandrasekaran, Ketua Tata Sons, perusahaan induk Air India, dalam pesan kepada seluruh karyawan. “Tata Group bertanggung jawab kepada masyarakat, dan itu termasuk bersikap terbuka tentang apa yang telah terjadi.”
Saham Boeing turun 1,8% pada pukul 09:32 waktu New York, menambah penurunan 4,8% yang terjadi pada Kamis. Tata Sons merupakan perusahaan tertutup.
Para ahli keselamatan penerbangan menyoroti sejumlah kejanggalan dalam penerbangan singkat tersebut berdasarkan rekaman video yang beredar. Dalam beberapa klip, terlihat roda pendaratan masih dalam posisi terbuka setelah lepas landas, dan penutup pada bagian belakang sayap — yang seharusnya membantu daya angkat di kecepatan rendah — tampak terangkat lebih awal secara tidak semestinya. Pesawat 787 yang dijadwalkan menuju London itu jatuh hanya beberapa detik setelah tinggal landas, dan meledak dalam bola api besar.
Satu-satunya korban selamat, Ramesh Vishwaskumar, hingga kini masih menjadi misteri. Vishwaskumar yang duduk di baris pertama kelas ekonomi kemungkinan dapat memberikan petunjuk penting tentang penyebab kecelakaan.
Pesawat yang menuju Bandara Gatwick London ini membawa 12 awak dan 230 penumpang, sebagian besar berkewarganegaraan India dan Inggris. Beberapa mahasiswa yang sedang makan siang di asrama termasuk dalam korban jiwa, sehingga jumlah korban diperkirakan masih akan bertambah.
Pesawat terlihat tidak mampu mencapai daya dorong yang cukup saat melaju hampir sepanjang 11.000 kaki landasan pacu — jarak yang seharusnya cukup untuk lepas landas — kata Bob Mann, pimpinan konsultan penerbangan RW Mann & Co.
Menurutnya, hal ini bisa disebabkan oleh konfigurasi yang salah sebelum lepas landas atau data berat pesawat yang keliru dimasukkan ke dalam sistem komputer, yang menentukan seberapa besar daya dorong yang dibutuhkan. Ia menambahkan bahwa pendapatnya belum didukung oleh data dari rekaman penerbangan maupun rekaman suara kokpit.
“Jika berat yang dimasukkan lebih tinggi dari sebenarnya, pesawat akan melakukan lepas landas yang sangat agresif. Tapi jika beratnya lebih ringan dari yang seharusnya, daya dorong yang diberikan bisa jadi kurang,” ujarnya.
Menurut regulator penerbangan sipil India, pilot sempat mengirimkan sinyal darurat (mayday) segera setelah lepas landas. Harian The Telegraph melaporkan bahwa sinyal tersebut menunjukkan pesawat kehilangan tenaga.
Pesawat dikendalikan oleh kapten Sumeet Sabharwal dan kopilot Clive Kundar, yang masing-masing memiliki 8.200 dan 1.100 jam terbang, menurut keterangan DGCA.
Data dari menara pengawas menunjukkan pesawat lepas landas dari Ahmedabad pada pukul 13.39 waktu setempat melalui landasan pacu 23. Setelah mengirim sinyal mayday, kokpit tidak lagi memberikan respons terhadap panggilan selanjutnya dari menara.
Kecelakaan ini menambah deretan insiden serius dan fatal di industri penerbangan sipil sepanjang tahun ini, termasuk tabrakan di udara antara helikopter militer dan pesawat sipil di Washington awal 2025.
Insiden ini juga merupakan kehilangan total pertama atas pesawat Boeing 787 sejak diperkenalkan lebih dari satu dekade lalu. Pesawat berbahan komposit ringan ini dirancang untuk efisiensi bahan bakar dan menjadi andalan pendapatan Boeing, dengan 1.148 unit beroperasi di seluruh dunia.
CEO Boeing, Kelly Ortberg, dalam pernyataan pada Kamis mengatakan telah berbicara langsung dengan pimpinan Air India dan menyatakan kesiapan Boeing untuk mendukung penyelidikan. Ortberg dan pimpinan divisi pesawat komersial Boeing, Stephanie Pope, membatalkan kehadiran mereka dalam Paris Air Show, menurut memo internal yang dilihat oleh Bloomberg News.
Dari 242 orang yang berada di dalam pesawat, 169 adalah warga negara India, 53 warga Inggris, satu warga Kanada, dan tujuh warga Portugal, menurut data dari Air India.
Dengan jumlah korban tersebut, ini menjadi kecelakaan penerbangan komersial terburuk sejak Malaysia Airlines MH17 yang ditembak jatuh di atas wilayah Ukraina pada 2014 dan menewaskan 298 orang, menurut Aviation Safety Network. Kecelakaan besar terakhir yang dialami Air India adalah penerbangan 182 pada tahun 1985, ketika pesawat Boeing 747 meledak akibat bom di atas Samudra Atlantik dan menewaskan seluruh 329 penumpang dan awak.
Boeing sendiri terlibat dalam beberapa kecelakaan besar dalam beberapa tahun terakhir, termasuk dua kecelakaan fatal: Lion Air Penerbangan 610 pada 29 Oktober 2018, dan Ethiopian Airlines Penerbangan 302 pada 10 Maret 2019. Awal tahun lalu, panel pintu dari sebuah 737 Max yang masih baru lepas saat mengudara. Meski tidak menimbulkan korban jiwa, insiden tersebut menjerumuskan Boeing ke dalam krisis serius.
(bbn)































