Logo Bloomberg Technoz

Dalam hal ini, Bank Dunia resmi mengadopsi perhitungan PPP 2021 untuk menghitung tingkat kemiskinan, yang diterbitkan oleh International Comparison Program pada Mei 2024. Perhitungan itu berubah dibandingkan dengan standar PPP 2017 yang digunakan Bank Dunia pada laporan April 2025. Penerapan PPP 2021 menyebabkan revisi terhadap garis kemiskinan, di mana negara berpenghasilan atas direvisi dari US$6,85 menjadi US$8,3 per kapita per hari.

"Garis kemiskinan yang saat ini ramai diperbincangkan yaitu US$6,85 PPP menjadi US$ 8,3 PPP merupakan median dari garis kemiskinan nasional 37 negara berpendapatan menengah atas, sehingga angka ini tidak ditentukan berdasarkan kondisi sosial ekonomi atau kebutuhan dasar masyarakat Indonesia," ujarnya. 

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung kemiskinan dengan menggunakan konsep pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs approach), di mana kemiskinan diukur menurut garis kemiskinan makanan dan non-makanan, yakni garis kemiskinan dihasilkan melalui garis kemiskinan makanan ditambah dengan garis kemiskinan non-makanan. 

"Pengukuran garis kemiskinan makanan dan non-makanan ini didapatkan dari beberapa komoditas makanan dan non-makanan di 38 provinsi, desa dan kota," ujarnya. 

Sebelumnya, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) mengatakan BPS dan kementerian/lembaga terkait sedang dalam proses menyusun penyempurnaan metodologi garis kemiskinan. Anggota DEN Arief Anshory mengatakan langkah ini merupakan yang pertama sejak revisi terakhir pada 1998.

Dalam hal ini, Arief merekomendasikan pemerintah untuk mengadopsi standar negara berpenghasilan menengah bawah dari Bank Dunia, yakni US$4,2 dalam perhitungan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP) 2021 per orang per hari, atau sekitar Rp765.000 per orang per bulan.

Angka ini lebih tinggi dari garis kemiskinan nasional saat ini sebesar Rp595.000, tetapi masih jauh lebih rendah dari standar negara berpenghasilan menengah atas sebesar Rp1,5 juta per orang per bulan. Arief mengamini Bank Dunia sudah mengkategorikan Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah atas pada 2023. Namun, karena Indonesia baru saja naik kelas, maka standar negara berpenghasilan menengah atas menjadi terlalu tinggi.

"Dengan menjadikannya sekitaran Rp765.000 sebagai garis kemiskinan nasional baru, maka angka kemiskinan akan naik ke sekitar 20%. Namun, ini akan lebih mencerminkan kondisi sebenarnya di masyarakat dan membuka ruang kebijakan yang lebih akurat," ujarnya.

Bank Dunia melaporkan tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 68,25% dari populasi pada 2024, berdasarkan laporan terbaru per Juni 2025. Angka ini setara 194,58 juta jiwa penduduk miskin dari total populasi 285,1 juta pada 2024.

Angka itu mengalami peningkatan dibanding tingkat kemiskinan 2024 yang tercantum berdasarkan laporan Macro Poverty Outlook April 2025, yakni hanya 60,3% atau 171,9 juta penduduk miskin. Tingkat kemiskinan yang naik di Indonesia terjadi seiring langkah Bank Dunia untuk mengubah garis kemiskinan, sebagaimana termaktub dalam June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform.

Sementara itu, data dari BPS menunjukkan persentase penduduk miskin pada September 2024 sebesar 8,57%, menurun 0,46 persen poin terhadap Maret 2024 dan menurun 0,79 persen poin terhadap Maret 2023.

(lav)

No more pages