“Sampaikan saja, Pak, kalau di DPR Bapak mungkin kena marah, di sini enggak akan dimarahi kok,” lanjut dia.
Sebelum disentil Hakim, Budi menjelaskan bahwa pemerintah tengah mereformasi sektor kesehatan dalam rangka menjadikan Indonesia sebagai negara maju yakni negara dengan pendapatan sekitar US$14.800/kapita. Sementara Indonesia, kata Budi, pendapatan per kapitanya masih sekitar US$4.800.
“Itu yang sebenarnya kalau saya terjemahkan, rata-rata per bulannya Rp15 juta Kita sekarang di posisi Rp5 juta. Jadi, dalam waktu berapa puluh tahun ini, kita harus naik dari Rp5 juta ke Rp1 juta. Kalau enggak, kita enggak akan jadi negara maju,” kata Budi.
Lalu, Budi juga berbicara terkait upaya yang dilakukan pemerintah dalam menghindari jebakan kelas menengah atau middle income trap ketika bonus demografi dialami Indonesia sekitar tahun 2030-2035. Bonus demografi yang dimaksud, yakni ketika penduduk dengan usia produktif menjadi mayoritas di suatu negara.
“Kalau bangsa Indonesia gagal menjadi negara maju, gagal menembus 14.800 antara 2035-2040, seumur hidup, Pak, anak kita, cucu kita akan tinggal di negara berkembang,” kata dia.
Setelahnya, ia menjelaskan upaya yang ditempuh Kemenkes dalam membuat masyarakat menjadi sehat dengan berlandaskan pada UU Kesehatan. Ia menyebut, pemerintah melakukan reformasi pada enam bidang di sektor kesehatan. Antara lain, perbaikan layanan primer; layanan rujukan atau rumah sakit; pembiayaan kesehatan; Sumber Daya Manusia (SDM); teknologi kesehatan; hingga sistem ketahanan kesehatan.
“Nah, cara supaya kita bisa murah adalah benar-benar memastikan dia jangan sampai sakit. Jadi, daripada mengurusi orang dokter spesialis dia kena serangan jantung, pasang KFT, pasang ring, dia harusnya sejak sekarang harus rajin lari, makannya dijaga, kalau darah tinggi minum obat, kalau gula minum obat. Jangan sampai dia kena serangan jantung, jangan sampai serangan ginjal,” ucap Menkes.
Untuk diketahui, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menggugat UU 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan ke MK. Mereka mengajukan permohonan pengujian materi terhadap 24 pasal dalam beleid tersebut.
Pasal yang diuji PB IDI ke MK di antaranya Pasal 311 ayat (1), Pasal 268 ayat (1), Pasal 268 ayat (2), Pasal 1 Angka 25, Pasal 269, Pasal 270, Pasal 272 ayat (1), Pasal 272 ayat (3), Pasal 304 ayat (2), Pasal 306 ayat (1), Pasal 307, Pasal 310, Pasal 220 ayat (2), Pasal 258 ayat (2), Pasal 260 ayat (2), Pasal 261 huruf b, Pasal 264 ayat (1), Pasal 264 ayat (5), Pasal 273 ayat (1), Pasal 287 ayat (4), Pasal 291 ayat (2), Pasal 421 ayat (1), Pasal 442, dan Pasal 454 huruf c.
Salah satu yang dipermasalahkan PB IDI dan para pemohon yakni ketiadaan norma yang hanya menerima dan mengakui eksistensi organisasi profesi dokter dalam wadah tunggal yakni Ikatan Dokter Indonesia untuk profesi dokter dan Persatuan Dokter Gigi untuk dokter gigi.
(azr/spt)






























